Kasus First Travel: Jamaah Buntung, Negara Untung
Sudah jatuh tertimpa tangga, adalah pribahasa yang tepat diberikan kepada korbaan penipuan dari First Travel. Kasus mengenai PT. Anugerah Karya Wisata atau yang lebih dikenal dengan First Travel kembali menjadi sorotan publik.
Beberapa tahun lalu kasus ini menjadi perbincangan masyarakat lantaran telah menipu banyak jamaah yang akan berumroh menggunakan jasa travelnya. Saat ini, kasus tersebut kembali ramai diperbincangkan karena Kejaksaan Negeri Depok menyatakan bahwa barang bukti aset agen perjalanan itu disita untuk negara.
Kasus itu bermula ketika First Travel berjanji akan memberangkatkan umrah pada tahun 2017 lalu. Namun pada kenyataannya, pemilik agen umrah tersebut melakukan penipuan kepada calon jamaah yang jumlahnya mencapai 63.000 jamaah. Kerugian yang diterima oleh calon jamaah hingga mencapai 905,33 Milyar. Setelah kasus tersebut diperkarakan, akhirnya Andika Surachman yang menjabat sebagai Direktur Utama dipidana penjara selama 20 tahun. Istri dari Andika, yaitu Anniesa Hasibuan, dipidana selama 18 tahun penjara dan keduanya harus membayar denda masing-masing sebesar 10 Miliar. Direktur Keuangan sekaligus komisaris, yaitu Siti Nuraida Hasibuan dipenjara selama 15 tahun dan denda sebesar 5 Milyar. (Kompas.com, 17/11/19)
Meski pemilik First Travel sudah divonis penjara masing-masingnya, namun jamaah yang terkena tipu tersebut masih kecewa. Hal tersebut karena adanya putusan lain, yaitu seluruh aset perusahaan yang menjadi barang bukti tidak dikembalikan keada jamaah, melainkan menjadi rampasan negara. Putusan Pengadilan Negerri Depok pun dikuatkan Mahkamah Agung dalam putusan kasasi Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018. (Hukum Online.com, 23/11/2019)
Dari adanya putusan tersebut, maka menimbulkan banyak polemik dan viral di kalangan masyarakat. Banyak pihak yang menyayangkan adanya putusan tersebut. Apalagi, adanya respons dari kejaksaan yang meminta jamaah ikhlas dengan uang First Travel tersebut. Para korban tentu kecewa dengan putusan tersebut. Penasehat hukum Andika, Boris Tampubolon pun juga menyoalkan aset yang dirampas oleh negara itu. Menurutnya, semestinya aset tersebut dikembalikan oleh jamaah meski mereka harus mematuhi putusan hakim. Untuk itu, pihak Andika akan mengajukan peninjauan kembali. (Tirto.id, 18/11/2019)
Hal ini menjadi perhatian oleh Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Maneger Nasution, Ia berpendapat bahwa kerugian korban dalam kasus First Travel belum diperhatikan. “Negara yang tidak mengalami kerugian justru mendapatkan tambahan untuk kas negara. Sudah seharusnya terobosan hakim juga memikirkan kerugian yang dialami puluhan ribu korban.” Kata dia. (Detiknews, 15/11/2019)
Dari kasus tersebut menunjukkan bahwa keadilan di negeri ini masih sulit didapatkan. Padahal seharusnya secara hukum sudah jelas, bahwa dalam Undang-Undang Tindak Pidana dan Pencucian Uang Pasal 67 bahwa harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dikembalikan kepada yang berhak. Dalam hal ini tentunya para jamaah sebagai korban, bukan negara yang tidak ada jalurnya sama sekali.
Ini menunjukkan betapa penegak hukum di negeri ini masih lemah dan memerlukan sistem yang benar-benar mampu untuk mengatur segala kehidupan manusia dari segala aspek. Hal tersebut sekaligus menyadarkan kita bahwa berharap kepada manusia bukan merupakan sesuatu yang tepat.
Allah SWT sebagai pencipta segala yang ada di muka bumi ini telah menyiapkan apapun yang dibutuhkan hamba-Nya. Allah SWT tidak hanya sebagai pencipta, namun juga pengatur yang memberikan aturan untuk makhluk-Nya berupa syariat Islam sekaligus sebagai solusi bagi segala problematika umat. Begitupula keadilan, akan kita dapatkan dari syariat Islam yang bersumber dari Allah SWT.
Agama Islam adalah agama yang lengkap, sehingga dalam beragama Islam pun kita diperintahkan untuk berislam secara kaffah (keseluruhan). Ketika kita berislam secara kaffah, maka kita akan dapat menerapkan syariat Islam dalam kehidupan kita. Hal itu tentu bukan hanya teori semata, melainkan sudah pernah terbukti ketika tegakanya syariat Islam selama 14 abad lamanya
Adanya penerapan syariat Islam secara kaffah, maka keadilan akan dapat dirasakan. Karena syariat Islam adalah hukum yang bersumber dari sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur. Untuk menerapkannya, maka dibutuhkan sistem pemerintahan yang berasaskan pada akidah yang benar pula, yaitu Islam.
Menerapkannya saja tidak cukup, karena butuh sesuatu yang mampu menjaganya agar tidak mudah dihancurkan. Yaitu dibutuhkan sistem sanksi yang bersumber dari syariat Islam pula. Maka dari itu, kita sebagai umat Islam sudah seharusnya berjuang menerapkannya demi tercapainya keadilan di bumi ini. Wallahua’lam.
Dwi Suryati Ningsih, S.H