Kasus Rempang: Akankah Jokowi Bakal Dipenjara seperti Najib?
Najib adalah tokoh senior dalam politik Malaysia selama 40 tahun. Beliau pernah menjadi wakil Menteri, Gubernur, Menteri, wakil PM dan Perdana Menteri Malaysia. Beliau adalah anak mantan Perdana Menteri Malaysia ke-2 Tun Abdul Razak bin Hussein.
Banyak yang menganggap Najib adalah orang baik yang silap langkah sehingga menyebabkan dia dipenjara selama 12 tahun. Najib didapati bersalah atas tiga tuduhan pecah amanah. Salah guna kuasa dan money loundry berkaitan SRC International bernilai RM 42 Juta.
Beberapa point yang dapat dipelajari dari kejatuhan Najib yang mungkin juga berlaku pada Jokowi saat ini;
Pertama; Lambat membaca gelombang kebangkitan, kehendak dan suara hati nurani rakyat. Tetap maju dan tidak mundur sebagai pemimpin walaupun hanya menang secara minoritas pada PRU ke-13 dulu.
Kebangkitan rakyat yang sudah diperlihatkan sejak tahun 1998 lagi yang dipimpin oleh Anwar Ibrahim di Malaysia. Ini adalah sebuah gerakan ketuanan rakyat untuk menyedarkan pemimpin sementara akan hak-hak mereka sebagai pemilik mutlak tanah air mereka.
Gelombang kebangkitan rakyat ini menurut perhatian saya tidak pernah surut walaupun dihadapi dengan berbagai-bagai tekanan, penipuan, ancaman dan penyalahgunaan kuasa lainnya dari penguasa dan pengusaha.
Kedua; Demokrasi adalah tentang konsep kedaulatan rakyat dari, oleh dan untuk rakyat. Sistem monarki dan sistem pemerintahan kuno yang mendewakan dan mengagungkan pemimpin sudah lama ditinggalkan.
Pemimpin diktator, kuku besi, zalim, gagal akan selamanya dimusuhi rakyat. Pemimpin yang terlalu yakin akan berkuasa sampai hari kiamat sehingga menjelma bagaikan raja-raja baru dengan keangkuhan dan kesombongannya akan menerima padah.
Perjuangan ketuanan rakyat telah melahirkan rakyat yang berjiwa merdeka. Sehingga pegawai negeri, polisi, tentara, guru dan PNS lainnya tidak akan memilih partai pemerintah sementara lima tahun.
Ini karena mereka sangat sadar bahwa mereka diangkat, bekerja dan digaji adalah untuk kepentingan negara dan bangsa bukan untuk kepentingan presiden apalagi untuk kepentingan partainya presiden.
Mereka sadar bahwa presiden, menteri, dan jabatan politik lainnya adalah bersifat sementara lima tahun saja yang setiap waktu boleh diganti dalam proses demokrasi.
Pemimpin akan datang dan pergi, sementara mereka akan tetap berbakti pada negara dan bangsa tanpa mengira siapa pun dan dari partai mana pun yang menang dalam pemilu nantinya.