OPINI

KDM Bebas Berkreasi Selama Tak Menabrak Aturan Islam

Syarat utama mendapatkan bantuan sosial (bansos) adalah suami atau lelaki harus divasektomi agar terjadi keseimbangan dan emansipasi antara tugas atau kewajiban suami isteri. Itulah tafsir terkini Gubernur Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang sedang naik daun via viralisasi semua kegiatannya dalam melaksanakan tugas di lapangan.

Media sosial khususnya Tiktok, begitu masif mewartakan setiap aktivitasnya seakan ia sangat merakyat dan pro rakyat miskin serta anti birokrasi yang sarat prosedural. Ia selalu berdalil bahwa pendekatan merakyat menghantarkannya menjadi pemenang Pilkada dengan persentasi tertinggi secar demokratis. Bahkan keunggulan tersebut secara kultural dan sosial mematahkan dominasi karakter Islami yang identik di wilayah Jawa Barat. Tuduhan negatif kepadanya sebagai pengikut agama Sunda wiwitan anti akidah Islam tak mampu menenggelamkan KDM dalam kontentasi di Pilkada.

Bagaimana tidak karena fakta menunjukan bahwa 14.500 ponpes dari total se-indonesia yang mencapai 40.000 pesantren ada di Jabar. Secara tak langsung menegaskan bahwa akidah umat Islam Jabar mengalami degradasi dan kalah oleh dakwah sosial ekonomi calon pemimpin. Dakwah bilhal jauh lebih efektif dari metode tradisional via ceramah. Rakyat yang lapar dan miskin lebih butuh makan dan sandang dari ceramah para juru dakwah yang populis di jagat medsos dan lainnya. Apalagi jika mereka tak meninjaklanjuti pesan tausiah tersebut di dunia nyata.

Bahkan ada yang bergembira sekali menyaksikan fenomena KDM di dunia digital. Tak sedikit yang memberikan gelar kepahlawanan dan kehebatan KDM dengan para sahabat Rasulullah terutama Umar Bin Khattab dan pemimpin muslim terkemuka dunia lainnya.

Di sisi lain, fakta menyedihkan juga ditampilkan bahwa tak sedikit dari pemimpin muslim dan tokoh yang diusung partai berbasis muslim setelah menjabat justru lupa janjinya bahkan terlibat di skandal korupsi super besar. Ternyata sangat kontradiksi dengan apa yang disajikan KDM. Fenoma gaya leadership KDM juga harus dipahami dan dibahas secara kritis dari berbagai aspek.

Dari aspek akidah, KDM tak pernah menjawab secara tegas agama yang dianutnya bahkan selalu menghindar saat menjawab pertanyaan para jurnalis dengan mengatakan bahwa inti ajaran agama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat, kepeduliaan sosial dan amar makruf nahi munkar. Seakan apa yang dilakukan bagian dari perintah agama Islam.

Adapun penghormatan terhadap budaya leluhur dan lingkungan menurutnya bagian dari Maqasid Syariah. Sementara itu, Islam menegaskan bahwa umat Islam wajib mempertahankan budaya yang selaras dengan ajaran Islam dan menghindari semaksimal mungkin bahkan menolak semua budaya thagut yang bertolak belakang dengan nilai agama apalagi yang berbau syirk dan sinkretisme.

Dalam kisah teladan para sahabat yang jadi penguasa melakukan tugas mulia tanpa pamrih dimana dilakukan secara senyap tanpa diketahui publik. Itu dikhawatirkan menimbulkan riya, mencari sensai atau show off.

KDM dan Vasektomi

Pernyataan kontroversial KDM yang telah menimbulkan pro kontra luas tersebut harus diperjelas agar tak menimbulkan kegaduhan dan kesalahpahaman. Sebagian pimpinan MUI Pusat sudah menolaknya sesuai dengan Fatwa MUI beberapa dekade silam.

KDM bebas berkreasi dan berinovasi dalam melaksanakan tugasnya selama tak menabrak aturan dan wilayah akidah yang sudah taufiqi yang tak boleh diotak-atik. Berijtihad hanya bisa dilakukan dalam wilayah yang belum jelas hukumnya. Sejauh ini belum ditemuan hasil penelitian yang menegaskan secara ilmiah vasektomi adalah solusi terbaik menciptakan kesejahteraan, keharmonisan, kekayaan dan kemajuan.

Fatwa MUI Pusat sejak 1979 jelas dan tegas melarang vasektomi atau tubektomi. Kemudian diperkuat dalam fatwa tahun 2012 tentang keharaman keduanya.

Seharusnya KDM berkonsultasi dulu kepada para ahli agama dan kesehatan sebelum membuat pernyataan yang sangat sensitif. Tak sedikit manusia yang terjebak arus budaya permisif demi meraih popularitas sesaat.

Indonesia sangat butuh gaya kepemimpinan dengan landasan prophetic leadership (sifat kepemimpinan Nabi Muhammad SAW) yang dedikatif dan responsif tanpa suara brisik.

KH Muhyiddin Junaidi
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat

Artikel Terkait

Back to top button