Kebahagiaan Hakiki Hanya di Akhirat Nanti
Setiap orang pastinya ingin merasakan bahagia meski dari setiap individu punya definisi dan bentuk kebahagiaan yang berbeda dan cara yang berbeda pula. Untuk mendapatkan yang disukai, bisa hanya sekadar makan makanan kesukaan, atau saat bisa berkumpul bersama keluarga atau mendapat hadiah.
Jadi, kebahagiaan masing-masing orang berbeda sesuai dengan persepsi mereka tentang suatu yang membuat mereka bahagia.
Adakalanya seseorang merasakan hal yang sama namun bisa sangat berbeda rasa bahagianya. Contohnya bisa dilihat dalam lingkungan terdekat, saat ada pasangan suami istri yang mempunyai impian agar dapat memiliki anak pasti mereka akan sepenuh hati berdoa dan berusaha untuk mendapat momongan.
Namun di era kapitalis saat ini, banyak yang berpikiran, memiliki anak bukan lagi kebahagiaan atau pun impian melainkan beban, baik secara ekonomi maupun psikis. Bahkan di negara maju sekarang berkembang ide childfree yang populer dianut sebagian masyarakat yang notabene representasi masyarakat kapitalisme.
Banyak juga masyarakat sekarang yang memaknai kebahagiaan itu dengan bergelimangan harta dan bisa meraih apa yang ingin mereka miliki dan melakukan apa pun yang membuat mereka senang meski itu merusak kebahagiaan orang lain.
Salah satu contohnya seorang gadis yang bernama Andini 29 tahun tewas setelah mengalami penganiayaan sadis yang dilakukan kekasihnya sendiri, saksi mata menuturkan bahwa korban dilindas mobil dan dimasukan ke dalam bagasi. Pelaku merupakan anak dari angota DPR (detiksumbangsel).
Dari kasus ini kita bisa mengetahui bahwa kebahagiaan yang merusak kebahagiaan orang lain adalah perbuatan zalim karena sudah pasti apa yang mereka lakukan hanya untuk kepuasan nafsu semata, merasa punya segalanya untuk bisa sesuka hati melakukan apa yang membuat puas dengan melampiaskan keinginannya. Menurutnya itulah bahagia, dengan harta yang dimiliki dan dengan jabatan yang melekat bisa menyelesaikan apa yang sudah dilakukan.
Di era kapitalis seperti sekarang sudah umum, semua orang mengagungkan segala materi, karena paham sekularisme (sistem yang memisahkan agama dari kehidupan) yang sudah melekat sehingga membuat lupa ada kehidupan akhirat yang setiap perbuatan akan ada pertanggungjawabanya di hadapan Allah SWT.
Jika kita lihat di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahagia itu adalah kesenangan dan ketenteraman hidup lahir batin, keberuntungan dan kemujuran lahir batin. Dalam termitologi bahasa Arab kata bahagia berarti sa’adah yang bermakna ketiadaan derita. Nah, dengan makna seperti itu berarti susah untuk bisa mendapat kebahagiaan yang sempurna di dunia ini.
Bukankah setiap manusia pasti pernah merasakan menderita meski kadarnya sedikit, seperti pernah bersedih atau pun pernah merasakan sakit dan kalau pun kita mempunyai kebahagiaan sudah pasti ada akhirnya, tidak mungkin kan akan selama lamanya bahagia. Bisa dicontohkan jika seseorang bahagia dengan makan apa yang dia sukai secara terus menerus, pasti akan ada masanya merasa kenyang dan merasa bosan dengan makanan tersebut.
Berarti jelas di sini, kebahagiaan itu sifatnya hanya sementara. Lalu di mana kita bisa mendapatkan kebahagiaan hakiki? Kebahagiaan hakiki hanya di akhirat nanti. Tentu saja berarti bukan di dunia namun di akhirat yang Allah sudah siapkan surga, di sana sudah tidak ada lagi penderitaan.
Oleh karenanya, sebagai Muslim kita wajib memaknai kebahagiaan secara tepat, jangan sampai tertipu dengan kebahagiaan dunia yang sifatnya fana ini.