OPINI

Kebangkitan Umat, Mungkinkah Melalui Partai Politik?

Pada Pemilihan Umum bulan Oktober 1973, setelah berhasil mendirikan partai baru bernama “Milli Selamet Partisi” diterjemahkan kedalam bahasa Arab menjadi (Hizb Salamah Wathani) Partai Keselamatan Tanah Air . Partainya meraih suara sangat fantastis dan mendudukkan Erbakan sebagai Wakil Perdana Menteri ditambah 7 kursi menteri jatah untuk partainya. Menteri Negara, Menteri Dalam Negri, Menteri Kehakiman, Menteri Perdagangan, Bea Cukai, Pertanian dan Perindustrian.

Namun badai datang menimpa, lagi-lagi Partai Keselamatan Tanah Air dibubarkan setelah kudeta militer 12 September 1980. Dan pada bulan April 1981 Erbakan ditangkap dan dijebloskan dalam penjara bersama 33 orang pimpinan partainya dengan tuduhan melanggar UU Turki Sekuler, tentang larangan memperalat agama untuk tujuan politik.

Tak patah arang, lima tahun kemudian setelah bebas dari penjara, 19 Juli 1983 Erbakan kembali mendirikan partai baru. Namun dilarang menggunakan nama partai yang sudah dibubarkan, juga dilarang menggunakan nama-nama yang bercirikan agama tertentu (Islam). Maka partai yang baru berdiri ini diberi nama Partai Refah (Partai Kesejahteraan). Pada Pemilu tahun 1996 Erbakan terpilih menjadi Perdana Menteri Turki untuk periode 1996 – 1997.

Dalam perjalanan jatuh bangun pemerintahan Erbakan, berhasil membuka kembali sekolah-sekolah agama yang sebelumnya dilarang oleh Rezim Sekuler, 2800 madrasah Tahfidz Al-Qur’an dibuka, 172 Sekolah Pendidikan Imam dan Khatib, 4 Sekolah Tinggi Islam yang menampung 24 ribu mahasiswa dan pengangkatan 5000 Guru Agama untuk mengajar di sekolah-sekolah umum. Andaikan pengangkatan Guru Agama tersebut didistribusikan ke 34 propinsi di Indonesia maka ada sekitar 150 tenaga Guru Agama di setiap propinsi.

Empat tahun kemudian, tepatnya tanggal 14 Agustus 2001 Rajab Thayeb Erdogan mendirikan Partai Keadilan dan Pembangunan, dan berhasil memenangkan 2/3 kursi di Parlemen pada Pemilu 2002.

Diharapkan dasar-dasar kebijakan politik yang telah diletakkan oleh Erbakan akan terus berlanjut walaupun gelombang dahsyat tak kunjung berhenti menerpa pemerintahan Erdogan sampai kini.

Fenomena kebangkitan Islam hari ini ditandai dengan pemikiran yang paling mendasar bahwa Islam merupakan solusi atas bebagai problematika kehidupan. Kini Umat merindukan hidup dibawah naungan Islam setelah sekian lama merasakan pahit getirnya hidup dibawah sistem Kapitalis dan sistem Sosialis Komunis yang nyata gagal membawa dunia hari ini kepada kehidupan yang aman tentram dan sejahtera lahir bathin.

Tidak mungkin umat bangkit tanpa meniti jalan Da’wah. Karena Da’wah adalah jalan panjang yang dilalui oleh para Anbiya dan Rasul dalam membangkitkan kesadaran manusia tentang La Ilaaha illallah (QS.7: 59-104). Dan karena Da’wah adalah Sunnah Sayyidul Anbiya’ Muhammad shallallahu ‘alaih wa sallam.

Umat ini pernah eksis, perkasa dan gemilang, dalam kurun waktu cukup panjang, karena mereka meniti jalan Da’wah, meraih predikat Khairu Ummah dan menjadi teladan bagi bangsa-bangsa di dunia. Ketika Da’wah dijalani dengan tugas utama penegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar atas dasar iman kepada Allah, bukan atas dasar kemanusiaan, HAM atau dasar lainnya.(QS 3 : 110).

Amar Ma’ruf yang paling agung dan mulia adalah membumikan hukum-hukum Allah di bumi-Nya dan nahi munkar yang paling dahsyat adalah mencegah segala bentuk kesewenang- wenangan para penguasa thaguut, yang enggan mengakui Allah sebagai Rajadiraja, Maalikul-Mulk.

Meniti jalan Da’wah bukan berarti melenggang tanpa bekal dan persiapan.

Prof Dr.Muhammad Rawwas Qal’ahji dalam bukunya Qira’at Siyasiyah Lis-Sirah An-Nabawiyah (Telaah Politik Sirah Nabi saw.), mengungkapkan dalam bab awal Tahyi’atul Jaww Li Injaah Qiyaam ad-Daulah al-Islamiyah, bahwa kerjasama perdagangan antara Rasulullah saw dengan Sayyidah Khadijah radhiyallahu ‘anha memberi isyarat tentang bentuk upaya prakondisional mendukung tegaknya Daulah Islamiyah kelak di Madinah.

Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha merasa tersinggung mendengar Rasulullah sering menyebut-nyebut nama Khadijah. “Apalagi yang kau pikirkan tentang nenek tua yang sudah tiada itu, wahai Rasulullah? Apa jawab Rasulullah : Memang dia telah pergi (wafat)…tapi tidak mungkin aku melupakannya. Sejak kami menikah dan hidup bersama, dia telah baktikan jiwa raga dan harta miliknya untuk Da’wah ini hingga akhir hayatnya.

Pak Natsir juga berpesan : “Kewajiban menegakkan Da’wah yakni kelengkapan segala sesuatu guna menyelenggarakan Da’wah baik berupa materi maupun berupa tenaga manusia adalah suatu Fardhu ‘Ain yang harus dipikul oleh tiap-tiap muslim dan muslimah menurut kemampuan masing-masing yang bentuk dan cara pelaksanaannya menurut keadaan masing-masing pula. Kalau mereka menyumbang sesuatu maka itu adalah atas dasar memikul bagian mereka dalam kewajiban menegakkan Da’wah. Yakni suatu penunaian kewajiban dan bukan semacam kedermawanan yang mereka berkenan menunjukkannya.” (Fiqh Da’wah, 142).

Da’wah hendaknya dipahami sebagai sebuah gerakan yang bersifat totalitas usaha menyeru manusia kepada Islam, mengeluarkan mereka dari kegelapan jahiliyah menuju terang benderangnya Islam ( min dzulumaatil jahiliyah ila nuril Islam).

Jahiliyah adalah sikap masa bodoh dan tidak mau tau akan eksistensi Allah sebagai Penguasa Tunggal di bumi ini. Jahiliyah adalah sikap penolakan terhadap petunjuk Allah dan manhaj-Nya, lalu membuat hukum-hukum tandingan sebagai ganti dari hukum Allah dalam menata kehidupan di bumi ini menurut kehendak hawa nafsu dan akal. (QS.5 :50).

Upaya ijtihad politik berupa pendirian sebuah partai politik umat, barangkali dianggap sebagai salah satu upaya kesertaan mewujudkan lebih nyata kebangkitan Umat. Namun dari sisi syar’i jangan lupa bahwa jalan menuju kebangkitan Umat tidak pernah dilakukan melainkan dengan meniti jalan Da’wah.

Banyak orang berfikir dan berupaya membesarkan sebuah partai tapi tidak banyak orang berfikir bagaimana membesarkan Da’wah.

Wallahu a’lam.

KH. Muhammad Abbas Aula
Pengasuh Pesantren Al-Quran wal Hadits Bogor, Waketum BKsPPI.

Laman sebelumnya 1 2
Back to top button