Kecam Pembunuhan Jurnalis di Gaza, MUI: Ini Bentuk Sistematis Membungkam Kebenaran

Jakarta (SI Online) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyampaikan duka cita mendalam sekaligus kecaman keras atas serangan militer Israel yang membuat terbunuhnya lima wartawan Al Jazeera dalam serangan udara brutal pada 10 Agustus 2025.
Serangan tersebut menghantam tenda pers di luar Rumah Sakit al-Shifa, Gaza City, dan menewaskan Anas al-Sharif, Mohammed Qreiqeh, Ibrahim Zaher, Mohammed Noufal, dan Moamen Aliwa.
MUI menilai tindakan ini sebagai pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip perlindungan jurnalis dan kebebasan pers, yang seharusnya dijunjung tinggi dalam situasi konflik bersenjata. Aksi pembunuhan ini merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip perlindungan jurnalis dan kebebasan pers dalam konflik berskala besar.
Ketua MUI Bidang Luar Negeri Prof. Sudarnoto Abdul Hakim mengungkapkan, sebagaimana laporan Committee to Protect Journalists (CPJ), hingga 24 Juli 2025, setidaknya ada 186 wartawan dan pekerja media telah tewas akibat konflik tersebut. Ini menjadi periode paling mematikan bagi pers sejak CPJ memulai pencatatan di 1992. Sementara badan Persatuan Jurnalis Internasional (IFJ) mencatat setidaknya 164 wartawan dan pekerja media Palestina tewas per Mei 2025.
“MUI sangat prihatin atas tragedi ini karena menurut catatan dalam dua tahun terakhir ini, banyak kalangan yang memperkirakan jumlah korban dari kalangan wartawan jauh lebih besar,” ungkap Sudarnoto dalam rilisnya, Senin (11/8/2025).
Di samping itu, Sudarnoto juga menilai tuduhan militer Israel kepada wartawan Al-Jazeera sebagai teroris adalah tuduhan keji di luar nalar sehat. Menurutnya, Praktik pelabelan ini telah banyak dikecam oleh organisasi HAM dan pers internasional.
Ini adalah bentuk upaya mendiskreditkan dan merasionalisasi pembunuhan jurnalis yang kritis terhadap narasi Israel. Ia menegaskan, MUI mendukung pandangan HAM dan pers internasiional.
Dengan ini, MUI berpandangan serangan dan pembunuhan terhadap jurnalis adalah merupakan bentuk sistematis membungkam saksi mata. Praktik ini membatasi dokumentasi independen atas pelanggaran HAM dan penderitaan rakyat Gaza.
“Dengan demikian tanpa keberadaan jurnalis, dinding kebisuan tumbuh dan impunitas semakin melebar,” ucapnya.
Sehubungan dengan itu, kata dia, pertama MUI mendesak komunitas internasional seperti PBB, UNESCO, CPJ, IFJ, PJS, dsb. untuk menuntut penyelidikan independen terhadap setiap serangan terhadap jurnalis.
Kedua, MUI juga menegaskan bahwa pers adalah garda terakhir dalam menceritakan kebenaran. Kebebasan pers adalah hak asasi yang harus dilindungi dan karena itu serangan terhadapnya adalah serangan terhadap demokrasi dan keadilan.
Ketiga, menyerukan kepada semua wartawan di mana saja melakukan aksi kecaman terhadap tindakan jahat Israel dan menguatkan ICJ untuk memberikan hukuman kepada Israel.
“Mereka harus dilindungi, bukan diserang. Menyuarakan bahwa kebebasan pers adalah hak asasi yang harus dilindungi,” tegas Sudarnoto. [ ]