Kecintaan Rasulullah Saw terhadap Anak-anak
Alangkah dalam makna ucapan Anas bin Malik ketika menggambarkan kasih sayang Rasulullah kepada anak-anak. Beliau mengatakan, “Tidak pernah saya melihat seorang yang lebih cinta kepada keluarganya lebih dari Rasulullah.” (HR Muslim, Ahmad, Ibnu Hibban, Abu Ya’la, dan Baihaqi)
Setiap orang mungkin akan kagum menyaksikan sikap Rasulullah kepada anak-anak. Kekaguman ini akan bertambah ketika melihat besarnya tanggungjawab yang ada di pundak beliau dalam mengatur negara, memimpin pasukan, memberi putusan di antara manusia saat bernegosiasi dengan tamu negara, dan berinteraksi dengan sahabat-sahabatnya. Beliau juga yang mengatur urusan kaum muslimin, baik orang tua maupun anak-anak. Beliau menerima wahyu dari Rabb semesta alam dan menyampaikannya kepada siapa saja semampu beliau. Bahkan, beliau mengirimkan surat kepada para raja dan pemimpin dunia untuk diajak masuk Islam.
Dengan segenap tanggung jawab yang berat ini, beliau tetap memerhatikan anak-anak yang masih berusia belia. Hal ini tidak akan terjadi kecuali dari seorang nabi.
Kekaguman ini akan bertambah lagi ketika Anda tahu bahwa kasih sayang ini tumbuh di lingkungan yang tak memberikan hak untuk anak kecil. Bahkan lingkungan sekitarnya menganggap bahwa kasih sayang kepada anak kecil adalah satu bentuk kelemahan yang tak dapat diterima. Sampai-sampai seorang akan berbangga ketika dia tidak menyayangi anak-anaknya.
Suatu ketika Nabi Muhammd Saw mencium Hasan bin Ali di sebelah Aqra’ bin Habis. Melihat hal tersebut Aqra’ berkata, “Sungguh saya memiliki sepuluh orang anak, tidak ada seorang pun yang pernah saya ciumi di antara mereka.” Rasulullah memandangnya kemudian bersabda: “Siapa yang tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ahmad)
Aqra’ mengira bahwa tanda ketegasan dan kejantanan adalah bila hati telah mengeras dan membatu, hingga ia tidak menyayangi anak kecil dan menciumi anaknya. Namun, Rasulullah membantahnya dengan bantahan telak yang membuatnya tidak berkutik. Sebuah jawaban yang bukan hanya dikhususkan untuk dirinya, akan tetapi menjadi kaidah prinsip dalam Islam, yaitu sebuah kalimat yang singkat, “Siapa yang tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi.”
Rasulullah sendiri tidak tahan mendengar tangisan dan rengekan anak kecil. Abu Qatadah meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah shalat sambil menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah. Ketika hendak sujud, beliau meletakkan Umamah, ketika berdiri beliau mengambilnya kembali. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Malik, dan Ad-Darimi).
Rasulullah sedang melaksanakan shalat, tapi beliau tetap tidak tahan dengan tangisan Umamah, cucunya. Beliau menggendongnya walaupun ketika itu sedang shalat.
Kasih sayang ini telah membuatnya memanjangkan atau meringkaskan shalatnya hingga anak kecil bisa tetap bergembira. Kita dapat melihat kisah beliau yang menakjubkan ketika shalat berjamaah. Dalam satu kesempatan, beliau sengaja memanjangkan sujud agar tidak mengganggu anak-anak.
Diriwayatkan dari Syaddad bin Al-Had, “Suatu ketika Rasulullah keluar melaksanakan shalat Isya sambil menggendong Hasan atau Husain. Rasulullah maju dan meletakkan keduanya, kemudian bertakbir untuk shalat. Rasulullah Saw memanjangkan sujudnya di salah satu sujudnya. Ayahku berkata, ‘Aku angkat kepalaku dan ternyata sang anak kecil sedang berada di punggung Rasulullah ketika beliau sujud. Aku pun kembali sujud. Seusai shalat, orang-orang berkata, ‘Wahai Rasulullah, Anda sujud lama sekali sehingga kami mengira terjadi sesuatu atau sedang turun wahyu kepadamu.’ Beliau menjawab: “Semua itu tidak terjadi. Hanya saja putraku menaiki punggungku. Aku tidak ingin mengganggunya sampai ia puas melakukannya’.” (HR Nasa’i, Ahmad, Hakim, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban. Al-Albani menjadikannya sebagai dalil bolehnya memanjangkan sujud. Lihat Sifat Shalat Nabi hal. 148).
Hal yang sebaliknya pernah pula dilakukan oleh Rasulullah Saw yang membuktikan besarnya rasa kasih sayang beliau.
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda: “Sungguh ketika aku telah mulai melaksanakan shalat, sedangkan aku ingin memanjangkannya. Namun aku kemudian mendengar tangisan anak kecil, maka saya pun mempercepat shalat karena saya tahu perasaan sedih ibunya disebabkan tangisan itu.” (HR Bukhari, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Abu Ya’la, dan Baihaqi).
Demikianlah Rasulullah mengondisikan shalatnya sebagai bentuk kasih sayang kepada anak kecil dan ibunya.
[Dr. Raghib As-Sirjani/Islamstory.com]