Kejahatan Kecurangan Extra Ordinary TSM
Maka, kontur refleksi kejahatan kecurangan extra ordinary di Pilpres 2024 yang tampak di kemunculan Quick Count. Jika publik kita masih tak cerdas, QC akan menjadi alat legitimasi otomatis kemenangan paslon. Padahal, itu sesungguhnya sebagai alat supremasi penipuan dan pembohongan publik.
Demikian juga dengan kemunculan adanya upaya pen-setting-an algoritma system dan server alat bantu Sirekap ternyata berada di Singapura dan Perancis milik pihak China, Alibaba.
Itu sama saja tak lebih dari tindakan makar oleh KPU dan Bawaslu terhadap rakyat, sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Makar terhadap pemungutan suara rakyat. Pun makar terhadap kedaulatan negara karena terjadi pencurian data yang seharusnya amat sangat dijaga dan dirahasiakan oleh negara.
Maka, lembaga KPU dan Bawaslu itu sendiri harus bertanggung jawab dan menjadi bagian pelaku kejahatan extra ordinary TSM itu. Di puncaknya ada Jokowi selaku pejabat Presiden RI.
Maka, sungguh suatu yang miris dan mengerikan ketika bukti-bukti kejahatan kecurangan itu justru oleh paslon yang akan mengajukan legal standing harus menyesuaikan waktu hingga tanggal 20 Maret 2024 yang hanya tinggal satu bulan lagi itu.
Dan adanya konsolidasi paslon 01 dan 03 untuk mengajukan Hak Angket pun hingga saat ini hanya masih menjadi hanya sebatas wacana.
Jika pun bergulir di parlemen sudah tak cukup waktu. Belum lagi menghadapi lapisan besi dinding tebal, MK.
Apalagi ketuanya Anwar Usman sudah kembali memimpin lembaga penjarahan konstitusi: Mahkamah Keluarga, Makhamah Korupsi atau Makhamah Kolusi.
Diperlukan adanya keberanian yang sangat luar biasa pula dari parlemen seharusnya berbulat tekad untuk sesegera mungkin —karena keadaan memaksa dan darurat, menggelar sidang paripurna langsung dengan nota Hak Menyatakan Pendapat:
Pertama, memakzulkan Jokowi. Kedua, otomatis mendiskualifikasi paslon 02. Ketiga, menangkap Ketua KPU dan Bawaslu serta para ketua penyelenggara lembaga-lembaga survey QC. Keempat, otomatis 01 menjadi pemenang Pemilu 2024 yang sesungguhnya sudah dilegitimasi oleh rakyat.
Pertanyaannya, kenapa parlemen seharusnya tak perlu bertele-tele lagi langsung saja melaksanakan fungsional haknya dengan Menyatakan Pendapat sebagai fungsi tertinggi DPR? Lebih dari sekadar Hak Angket?
Karena kejahatan kecurangan TSM itu sudah terang benderang —toh upaya penyelidikan, penyidikan dan bukti-buktinya sebagai legal standing sudah diserahkan dan diperiksa dan diperifikasi dari para paslon penggugat oleh KPU dan Bawaslu nanti—seterang benderang pula upaya cawe-cawe politik Jokowi itu ditebarkan yang pastinya akan menuai badai! Wallahu a’lam Bishawab.
Mustikasari-Bekasi, 22 Februari 2024
Dairy Sudarman, Pemerhati politik dan kebangsaan