QUR'AN-HADITS

Kemuliaan Berinfak dalam Keindahan Retorika Bahasa Al-Quran

Al-Quran tercermin dari keindahan dan pesan yang disampaikan dalam berbagai ayat. Infak bukan sekadar pemberian, tetapi juga merupakan tindakan yang mencerminkan keimanan, kesyukuran, dan kebaikan hati kepada sesama.

Istilah infak disebut berulang kali dalam Al-Qur’an, sering kali disandingkan dengan amal saleh dan keimanan. Melalui berbagai ayat, Al-Qur’an menggambarkan infak sebagai sarana pembersih harta, penebar keberkahan, serta jalan menuju ridha Allah SWT.

Sebagai kitab suci umat Islam Al-Qur’an memiliki bahasa yang indah serta gaya penyampaian yang unik. Salah satu bentuk keindahan retorisnya adalah penggunaan kajian amtsal (perumpamaan). Kajian amtsal dalam Al-Qur’an berfungsi sebagai sarana untuk menjelaskan konsep-konsep abstrak dengan gambaran yang nyata dan berwujud, sehingga pesan-pesan ilahiah menjadi lebih mudah dipahami oleh manusia.

Melalui amtsal, Al-Qur’an tidak hanya menyentuh aspek intelektual, tetapi juga menyentuh hati dan perasaan pembacanya. Dengan mengajak manusia berpikir dan merenung, amtsal menjadi alat yang efektif dalam menyampaikan kebenaran dan memperkuat keimanan.

Macam-Macam Amtsal dalam Al-Qur’an

  1. Amtsal musarrahah ialah perumpamaan yang sudah jelas, yang di dalamnya dijelaskan dengan lafaz matsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih.
  2. Amtsal kaminah, yaitu yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafaz tamsil (pemisalan) tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan redaksinya, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya.
  3. Amtsal mursalah, yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafaz tasybih secara jelas, tetapi kalimat-kalimat tersebut dapat tergolong sebagai perumpamaan.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 261:

مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

“Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti (orang-orang yang menabur) sebutir biji (benih) yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang Dia kehendaki. Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.”

Dalam konteks ayat diatas, kalimat amtsal yang terdapat pada ayat tersebut adalah “مَثَلُ “ , yang dimana kata tersebut sudah menggunakan kata matsal yang jelas dan menunjukkan sesuatu yang tasybih.

Pada Tafsir Al-Mahfudz dari website Rumah Fiqih Indonesia dijelaskan, ayat ke-261 ini sedikit jauh berbeda tema dengan rangkaian ayat-ayat sebelumnya. Pada ayat ini tema pembicaraan sudah pindah kepada situasi di masa Madinah ketika Nabi Saw sedang dalam persiapan perang Tabuk.

Perang Tabuk adalah perang terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dan melibatkan banyak pasukan Muslim. Meskipun melibatkan banyak pasukan, tidak ada pertempuran fisik yang terjadi dan perang berakhir dengan perdamaian. Sebelum perang, Nabi Muhammad mengeluarkan seruan jihad dan umat Muslim berinfak untuk membiayai perang.

Selama perjalanan ke Tabuk, pasukan Muslim menghadapi kesulitan logistik dan perbekalan. Namun, mereka berhasil kembali ke Madinah dengan kemenangan tanpa peperangan.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button