Kepada para Aktivis Mahasiswa Islam
Ada sebuah kejadian, seorang aktivis memarahi penjual buku yang memajang buku Syekh Yusuf Qaradhawi di lapaknya. Dikatakan bahwa Qaradhawi itu hanya menggunakan akalnya saja dalam bukunya. “Kurang nyunnah” istilahnya atau “Ia kan bukan ahli Hadits”, begitu biasanya aktivis Salafi Wahabi berucap.
Penulis temui pula ada sebuah kelompok harakah yang melarang aktivis mahasiswanya mendengarkan ceramah beberapa ustaz (ahli dalam pemikiran Islam), hanya karena para ustaz itu tidak masuk dalam kelompok harakah mereka.
Sehingga kini banyak ditemui mahasiswa yang jumud terhadap pemikiran atau gerakan-gerakan Islam. Mereka hanya tahu pemikiran dan gerakannya saja. Tidak memahami dan mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada gerakan Islam lain.
Bila ditelaah secara mendalam, kecenderungan gerakan saat ini yang ‘ashabiyahnya sangat tinggi’ ini adalah sangat mengkhawatirkan. Sebagian ustaz dari Timur Tengah yang banyak tidak paham sejarah penyebaran Islam atau gerakan Islam di Indonesia banyak yang gegabah mengajari mahasiswa atau santrinya sejak awal bid’ah dan sunnah. Bukan mengajari mereka mereka bagaimana menjaga akidah Islam yang kokoh di tengah serbuan liberalisme saat ini, bagaimana perjuangan Islam yang tepat di Indonesia, bagaimana memperbaiki masyarakat Islam Indonesia, bagaimana membentuk peradaban Islam di Indonesia dan lain-lain. Sehingga yang terjadi sebenarnya adalah gerakan setback ke belakang, yang meributkan kembali hal-hal fqh yang furu’.
Tidak sedikit sekarang aktivis Islam yang mengharamkan musik, maulid nabi, organisasi politik dan lain-lain. Padahal masalah-masalah seperti ini telah dibahas (diperdebatkan) ulama sejak lama. Para ulama telah membahas tentang kebolehan musik dan syarat-syarat musik atau syair yang dibolehkan dan sebagainya. Ketika kaum Muslimin di puncak peradaban Andalusia (abad ke 8 s/d abad ke-15) ada tradisi musik Islam di sana.
Saatnyalah kini para mahasiswa dan khususnya ustaz-ustanya mau mempelajari dengan serius pemikiran dari tokoh-tokoh gerakan Islam lain. Anak-anak mahasiswa IMM atau PMII mau membaca seirus buku-buku karya Taqiyuddin an Nabhani (pendiri Hizbut Tahrir) dan Hasan al Banna (pendiri Ikhwanul Muslimin). Para aktivis Hizbut Tahrir atau Ikhwanul Muslimin mau mengkaji seksama buku-buku Ahmad Dahlan, Wachid Hasyim, Mohammad Natsir, Naquib Alatas atau Mohammad Roem. Begitu pula para aktivis Salafi mau mempelajari buku-buku Hamka, Raja Ali Haji, tokoh-tokoh Ikhwan atau Hizbut Tahrir.
Bila ini dilakukan insyaallah gerakan mahasiswa Islam Indonesia akan menjadi ‘leader’ bagi arah Indonesia ke depan. Dan bukan mustahil aktivis mahasiswa Islam Indonesia akan menjadi pemimpin bagi aktivis-aktivis mahasiswa Islam di seluruh dunia. Karena di belahan dunia lain pun terjadi kecenderungan gerakan mahaiswa yang kurang lebih sama dengan yang terjadi di Indonesia.
Tokoh-tokoh gerakan Islam itu adalah mutiara-mutiara Islam. Sayang bila kita hanya mengambil satu mutiara saja. Sementara sebenarnya kita bisa mengambil banyak mutiara untuk kita manfaatkan secara optimal. Apalagi sekarang di era ‘kebebasan informasi’, era internet. Dimana kita bisa membaca buku-buku karya tokoh-tokoh itu hanya sekali klik dalam internet.
Jadi bagaimanapun para ustaz membatasi muridnya untuk mengkaji pemikiran gerakan-gerakan lain, ibaratnya sebenarnya seperti melarang seorang konsumen untuk memilih minuman yang terbaik bagi dirinya, ketika ia berkunjung ke supermarket. Tentu agar konsumen bisa memilih tepat minuman itu, ia harus dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang manfaat vitamin, kegunaan air bagi tubuh dan lain-lain.
Kita bisa mengambil pelajaran dari sejarah pemikiran atau kemajuan Barat. Mengapa mereka begitu melesat maju sekarang ini (terlepas kemajuannya arahnya benar atau tidak)? Karena pemikir-pemikir Barat tidak fanatik buta terhadap pendapat pemikir-pemikir besar pendahulu mereka. Mereka meramu pemikiran Aristoteles, Plato, Aquinas, Hobbes, Adam Smith, Faucault dan lain-lain. Mereka tidak mati-matian mempertahankan pendapat salah satu pemikir mereka, bila ditemui pemikir Barat lainnya yang lebih baik.