Kepemimpinan Transformasional Berbasis Keikhlasan

Seorang pemimpin, khususnya yang memiliki latar belakang sebagai akademisi dihadapkan pada tuntutan ganda: menyampaikan ilmu yang bermanfaat sekaligus mendorong perubahan sistemik di lingkungannya. Peran ini menjadi semakin kompleks ketika pemimpin juga terlibat dalam organisasi yang memiliki misi sosial atau keagamaan, di mana tanggung jawab moral dan spiritual melekat erat dalam setiap kebijakan yang diambil.
Kepemimpinan semacam ini menghadapi tantangan internal seperti konflik nilai, perbedaan budaya organisasi, serta resistansi dari warisan kepemimpinan sebelumnya. Di sisi lain, faktor eksternal seperti kebijakan negara, perubahan sosial, dan tekanan publik turut memengaruhi dinamika organisasi. Kondisi tersebut sangat relevan dalam konteks lembaga pemerintah nirlaba seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), yang menjalankan fungsi keagamaan dan sosial secara bersamaan. Para pemimpin di BAZNAS dihadapkan pada tantangan untuk menjaga akuntabilitas dana publik berbasis syariah, menginspirasi kepercayaan umat, dan memastikan bahwa setiap kebijakan membawa kemaslahatan bagi masyarakat luas.
Kepemimpinan di lembaga ini bukan hanya soal mencapai target penerimaan zakat dan penyalurannya, melainkan soal tanggung jawab yang lebih luas yaitu memastikan bahwa zakat itu bisa diukur efektivitasnya. Diperlukan seorang pemimpin yang mengerti secara mendalam tentang zakat sekaligus dan peka terhadap dinamika masyarakat. Dalam konteks ini, dibutuhkan gaya kepemimpinan yang menjunjung tinggi nilai amanah, empati, dan keteladanan moral.
Salah satu figur yang mencerminkan kombinasi ini adalah Dr. Irfan Syauqi Beik, seorang pakar ekonomi syariah yang pernah menjadi Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS periode Agustus 2016 – Desember 2020. Sebagai akademisi dan praktisi, ia dikenal tidak hanya unggul secara intelektual, tetapi juga menunjukkan kedalaman spiritual dan kepekaan emosional dalam memimpin.
“Emotional Intelligence (EI) dalam kepemimpinannya terlihat dari kemampuannya membangun motivasi tim, mengelola dinamika organisasi, dan menanamkan nilai keikhlasan serta pelayanan sebagai inti dari budaya kerja. Selain itu, Dr. Irfan Syauqi Beik juga merupakan pemimpin yang inovatif dan transformasional, terbukti dari kontribusinya dalam mengembangkan metode CIBEST (Center for Islamic Business and Economic Studies), sebuah pendekatan baru yang mengukur kemiskinan dan efektivitas distribusi zakat secara komprehensif, tidak hanya dari sisi material tetapi juga spiritual. Inovasi ini tidak hanya diterapkan secara nasional, tetapi juga diadopsi oleh lembaga zakat internasional di berbagai negara sebagai model pengelolaan zakat berbasis nilai Islam yang terukur dan berdampak luas,” kata Dwi Asih Setiawati dalam tulisannya sebagai tugas mata kuliah komunikasi intrapreneurial bersama Listio Nugroho, Rian Widipratomo dan Raihan Athalla Radistra.
Penelitian yang dibuat keempat Mahasiswa Magister Management Sekolah Bisnis IPB itu berfokus untuk mengkaji gaya kepemimpinan Dr. Irfan Syauqi Beik dari perspektif Emotional Intelligence dan kepemimpinan transformasional, dengan tujuan memahami bagaimana inovasi dijalankan dengan penerapan nilai-nilai spiritual sehingga mampu membentuk budaya organisasi yang termotivasi, efektif dan bermakna dalam lembaga publik berbasis syariah yaitu BAZNAS.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan strategi studi kasus untuk mengeksplorasi gaya kepemimpinan Dr. Irfan Syauqi Beik sebagai Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan di BAZNAS. Fokus penelitian diarahkan pada penerapan gaya kepemimpinan dan aspek spiritualitas dalam organisasi pengelolaan zakat nasional yaitu BAZNAS.