SUARA PEMBACA

Kerangkeng Manusia, Tak Memanusiakan Manusia

Santer terdengar temuan kerangkeng manusia di rumah pribadi Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin Angin (TRP), setelah Komisi Pemberantas Korupsi (KPK)  menangkap TRP atas dugaan kasus suap fee proyek infrastruktur di Kabupaten Langket (kompas.com, 02/02/2022). Sejarah perbudakan era Mesopotamia seakan hadir kembali di era modern dengan terkuaknya kasus ini.

Bangunan kerangkeng manusia yang sudah ada sejak 10 tahun lalu, tahun 2012 menggegerkan banyak pihak. Mulai dari warga, Kepolisian setempat, Komnas HAM maupun daei perwakilan BNN. Semua ingin mengusut perihal perbuatan yang tidak memanusiakan manusia ini.

Bagaimana tidak, dua bangunan jeruji besi tak layak huni berukuran 6×6 m2  di atas lahan seluas satu hektare yang dibagi menjadi dua kamar ini berisi sekitar 27- 48  orang. Beberapa diantaranya ditemukan lebam dan luka-luka (tribunnews.com, 02/02/2022). PBSU mengungkap, para penghuni diduga dipekerjakan selama 10 jam di perusahaan perkebunan kelapa sawit (PKS) dan perkebunan PT Dewa Peranginangin tanpa pesangon (cnnindonesia.com, 02/02/2022).

TRP mengaku membuat bangunan ini sebagai tempat rehabilitasi para pecandu narkoba dan remaja nakal. Akan tetapi BNN membantah bangunan tersebut sebagai tempat rehabilitasi, karena tidak memenuhi syarat sebagaimana yang tertuang pada pasal 7 tentang Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2012 mengenai izin rehabilitasi sesuai standar BNN (tirto.id, 29/02/2022).

Meski banyak pihak menilai bangunan ini ilegal, melanggar HAM bertahun-tahun. Ironisnya sebagian warga merasa terbantu dengan adanya tempat kerangkeng tersebut, setelah menitipkan anggota keluarganya untuk dilakukan pembinaan (liputan6.com, 30/01/2022). Sebagaimana pengakuan  pengawas sekaligus mantan penghuni yang dulunya seorang pejudi yang tak merasa jadi korban. Bahkan  merasakan manfaat setelah dibina dalam kerangkeng manusia tersebut dan mengatakan tak ada praktek perbudakan. Para penghuni dibina dan dipekerjakan sesuai keahlian (kompas.com, 01/02/2022).

Mengapa hal ini bisa terjadi?

Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo menilai praktik perbudakan modern bisa terjadi karena minim pengawasan pemerintah terhadap ketenagakerjaan di perkebunan sawit, meski RUU Perlindungan Buruh Pertanian dan Perkebunan masuk daftar prolegnas 2019-2024 , namun masih belum ada perkembangan signifikan (Mongabay.co.id, 27/01/2022).

Selain itu, masyarat seakan putus asa dan kehabisan cara untuk menganani kenakalan remaja, maupun maraknya kasus narkoba. Bagaimana tidak, diawal tahun 2022 saja banyak publik figure yang tertangkap karena kasus narkoba (tempo.co, 15/01/2022). Tahun 2017 pelajar dan mahasiswa setidaknya ada sekitar 27,32% pengguna narkoba. Sepanjang 2021 BNN juga mengungkap 760 kasus tindak pidana Narkoba terkuak.

Inilah bukti kelemahan perlindungan negara terhadap pekerja  dan gagalnya negara memberantas narkoba serta tak mampu menyokong penuh sarana pemulihan dari narkoba dalam sistem demokrasi kapitalisme.

Pekerja diperlakukan tak manusiawi oleh para penguasa dan pengusaha kapitalistik. Beragam relasi dibuat hanya menguntungkan pemilik modal dan meminggirkan kepentingan tenaga kerja. UU prioritas akan dipilih, menguntungakan investor sebagaimana UU Omnimbus Law Cipta Kerja yang buru-buru diketok.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button