Ketauhidan Lawan Kesyirikan
Ketiga: Ikhlas itu bukan berarti rela. Namun, ikhlas berarti murni tunduk pada perintah Allah Ta’ala.
Seperti Siti Masyitah yang harus menahan jiwanya yang berguncang manakala menyaksikan anak-anaknya yang dilempar satu persatu dalam minyak yang mengelegak dan suaminya yang dibunuh di depan matanya. Masyitah tidak rela, tetapi dia tetap tunduk pada perintah Allah SWT dan tegak menyatakan bahwa tuhan yang sebenarnya adalah Allah dan bukan Firaun. Inilah yang disebut sebagai ikhlas.
Pertahanan Masyitah hampir runtuh manakala melihat anak-anaknya satu persatu wafat di kuali besar Firaun. Namun, Allah SWT kemudian meneguhkan hati Masyitah dengan ucapan bayinya yang sejatinya belum mampu berbicara. Dia berkata, “Ibu sudah berada di jalan yang benar.” Maka, tegarlah kembali hati Masyitoh dan dia dengan ikhlas berkata ketika ia hendak dilemparkan pula ke dalam kuali besar, “Ada satu permintaanku, setelah tubuhku menjadi tulang belulang, maka kuburkanlah bersama tulang belulang anak-anakku. Sehingga aku dapat bersatu dengan anak-anakku tanpa terpisah lagi.” Firaun tekejut bahwa permintaan terakhir Masyitoh bukanlah untuk dibebaskan dari kematian, tetapi malah menerima dengan lapang karena tunduk pada Allah Azza wajalla.
Keikhlasan Nabi Ibrahim AS yang demi perintah Allah SWT kemudian menyembelih Ismail AS, juga sesuatu yang berhikmah dan menguatkan ketauhidan. Demi Allah SWT, Ibrahim bahkan mempersembahkan anaknya sendiri. Di saat inilah tidak lagi ada aku, anakku, cinta pada mahluk, dan lainnya.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah bagaimana pendapatmu. Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai Ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.’” (Qs. As-Saffat ayat 102).
Namun, sangat disayangkan, hari ini kebanyakan orang hanya mengejar materi. Padahal uang hanyalah alat. Uang tidak akan pernah menyebabkan kesembuhan, juga tidak akan menjadi pangkal kebahagiaan.
Orang-orang yang berkuasa dan berbahagia hanyalah orang yang ditolong oleh Allah Swt. Ada orang yang sudah memiliki segalanya dalam ukuran dunia, seperti pesawat jet pribadi, pulau pribadi, bahkan anak-anaknya telah terbiasa menggunakan helikopter pribadi ketika bepergian. Namun, dia tidak pernah tenang. Dia tidak bahagia.
Oleh karena itu, lakukanlah segala sesuatu yang dapat membuat Allah SWT memberikan pertolongan-Nya kepada kita. Untuk sebuah kemenangan sejati di dunia dan akhirat.
اِذَا جَاۤءَ نَصْرُ اللّٰهِ وَالْفَتْحُۙ وَرَاَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُوْنَ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اَفْوَاجًاۙ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُۗ اِنَّهٗ كَانَ تَوَّابًا ࣖ
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Robbmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sungguh Dia Maha penerima tobat.” (Qs. An-Nasr: 1-3).
KH. Bachtiar Nasir, Pimpinan AQL Islamic Center.