NUIM HIDAYAT

Ketika Buku Saya Dilarang Masuk Toko Gramedia se-Indonesia

Di era internet dan kebebasan informasi sekarang, sudah tidak zamannya pelarangan buku itu. Yang harus dilakukan seorang Muslim bila melihat buku-buku yang bertentangan dengan akidah Islam adalah dengan membantahnya. Yakni dengan menulis atau membuat buku yang menyanggah buku itu. Dengan demikian terjadi dialektika dan menjadikan pemikiran kita terus hidup.

Justru menurut saya, agar kaum Muslimin ini pemikirannya hebat, ia harus membaca buku dari kelompok-kelompok Islam lain. Pengikut Jamaah Salafi misalnya, harus membaca buku-buku karya Ulama Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir. Kelompok Ikhwan harus membaca buku-buku Hizbut Tahrir. Kelompok Hizbut Tahrir harus membaca karya para ulama Ikhwan, Masyumi dan seterusnya.

Dengan adanya silaturahmi pemikiran Islam ini, maka kader dakwah akan mempunyai pemahaman yang luas. Sehingga tidak mudah mengkafirkan atau membid’ahkan kelompok lain.

Kita bisa mengambil hikmah dari para pemikir Barat. Mereka mampu menggabungkan pemikiran-pemikiran dari Yunani sampai abad modern. Mereka tidak alergi terhadap pemikiran di luar kelompoknya. Mungkin Barat menjadi maju sains dan teknologinya, karena cara berfikirnya yang demikian.

Islam sebenarnya jauh lebih hebat dari Barat. Islam bukan hanya berfikir materi seperti Barat, tapi berfikir immateri. Bukan hanya percaya fisika tapi juga percaya metafisika.

Bila kaum Muslimin mau bersilaturahmi dengan pemikir-pemikir Islam di luar kelompoknya, maka Islam akan mengalami kemajuan yang pesat dan bisa mengalahkan Barat. Tapi bila cara berfikirnya hanya mengagungkan pemikir di kelompoknya saja, maka kaum Muslimin akan mundur dan sulit untuk mengalahkan Barat.

Maka saya salut kepada Amien Rais yang berani menerjemahkan buku yang ditulis oleh Ali Syariati yang bukan kelompok Sunni. Buku itu berjudul “Tugas Cendekiawan Islam.” Buku ini menarik dan banyak butir-butir hikmah yang bisa kita ambil dari situ. Ali Syariati dikenal ilmuwan dunia sebagai tokoh Sosiolog Islam.

Buku ini saya beri judul ‘Agar Batu Bata Menjadi Rumah yang Indah’ karena saya menganggap bahwa pemikir-pemikir Islam yang hebat di dunia ini seperti batu bata. Untuk membangun masyarakat, negara atau dunia yang Islami kita harus bisa mengkolaborasikan para pemikir Islam yang hebat itu. Hikmah-hikmah dari pemikiran mereka mesti kita ambil. Nabi saw sendiri mengibaratkan dirinya sebagai sebuah batu bata dalam pembangunan rumah dunia yang dimulai dari Nabi Adam as.

Saatnya kita melakukan silaturrahim dengan pemikir-pemikir Islam di luar jamaah atau kelompok kita. Dunia ini luas. Jangan kita menjadi katak-katak dalam tempurung, sehingga tidak mendengar kicauan burung yang lebih merdu daripada bunyi kodok temannya yang cuma menyanyikan ‘kuak kuak, wak wak’.

Al-Qur’an mengingatkan,

الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ ۚ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ

“(Ulil Albab) yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang terbaik. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (QS. az Zumar 18) []

Nuim Hidayat, Direktur Forum Studi Sosial Politik.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button