NUIM HIDAYAT

Ketika Saya ‘Diadili’

Beberapa hari kemudian -entah karena artikel saya atau tidak- Dirjen Katolik Kemenag membuat klarifikasi bahwa tidak ada kesepakatan. Yang ada baru aspirasi.

Dari situlah saya mulai diadili di Gedung MUI Depok. Di hadapan saya ada yang merekam video. Jumlah yang mengadili saya sekitar 15 orang. Pimpinan MUI Depok, NU Depok, Banser Depok dan ada satu orang Staf MUI Pusat yang hadir. Oh ya satu lagi Kepala Kemenag Depok.

Bicaralah mereka satu persatu mengadili saya. Saya dianggap membuat hoax, tidak beradab menyebut Yaqut tidak pakai Gus, menyebut Yaqut berulang lagi, tidak toleran dan lain-lain. Intinya saya disuruh minta maaf di forum itu. Kalau saya tidak minta maaf akan dilaporkan kepolisian, kata Ketua Banser Depok.

Bahkan anggota MUI Pusat menyatakan bahwa Banser sebenarnya mau mendatangi rumah saya, tapi ia cegah. Ia menjelaskan kepada saya, bahwa tulisan saya itu juga dibahas di pimpinan NU. Staf MUI pusat dari NU itu duduk persis di sebelah kiri saya.

Tibalah saya bicara. Saya jelaskan riwayat hidup saya, mulai dari kecil ngaji ke Kiai-Kiai NU, remaja aktif di Muhammadiyah dan seterusnya. Saya jelaskan Ibu saya NU dan bapak saya aktivis Muhammadiyah di kampung Padangan, Bojonegoro Jawa Timur.

Saya jelaskan saya sudah menulis ratusan (bahkan ribuan) artikel dan memang tulisan ini saya kasih label Nuim Hidayat Anggota MUI Depok ‘biar lebih mengena’. Saya biasa kritis dalam tulisan. Jokowi presiden saja saya kritik apalagi menteri. Negara kita mengatur kebebasan berpendapat. Kalau tidak setuju tulisan, balas dengan tulisan. Saya tidak setuju misalnya karena ucapan atau tulisan dibawa ke hukum. Tulisan balas dengan tulisan.

Saya sama sekali tidak membuat hoax. Sumber tulisan saya adalah beritasatu.com. Mengapa Kementerian Agama tidak mengoreksi beritasatu.com yang mengatakan bahwa Kementerian Agama ada kesepakatan dengan para uskup Ambon itu?

Meski saya sudah menjelaskan dengan gamblang saya dipaksa Kemenag Depok, Banser dan NU Depok untuk minta maaf. Saya menolak. Mereka menyatakan bahwa bila saya minta maaf, maka akan didengar di forum itu saja dan seterusnya.

Saya tetap menolak. Bila saya minta maaf berarti saya salah. Padahal tidak ada kesalahan atau hoax yang saya buat. Dalam hati saya katakan saya siap diadukan kepolisian, karena saya yakin benar.

Pertemuan selesai kita salaman, tapi mereka tetap mengancam akan melaporkan ke pihak kepolisian.

Selesai acara, saya diceritakan oleh seorang pimpinan MUI Depok. Ketua Banser Depok telepon ke pimpinan MUI Depok, agar memecat saya. Saya dianggap bahaya. Saya hanya tertawa.

Bagi saya ada jabatan atau tidak sama saja. Saya dapat berdakwah lewat tulisan atau ucapan tanpa jabatan apapun. Saya siap di kepengurusan mendatang tidak di MUI lagi. Wallahu alimun hakim.[]

Nuim Hidayat, Anggota MUI Depok.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button