Ketika Segalanya Dipolitisir!
Masalahnya kemudian label radikal ini tidak berakhir pada tataran persepsi atau wacana semata. Tapi boleh jadi membawa kepada perangkap keamanan atau ancaman stabilitasi negara. Pada akhirnya orang yang dipaksakan untuk diposisikan pada posisi radikal itu dianggap membahayakan negara atau pemerintah.
Saya kembali teringat peristiwa 9/11 di Amerika Serikat. Di mana saat itu kata radikal atau ekstrim menjadi kata yang paling populer berdampingan dengan kata “terror”. Sehingga peperangan apa yang disebut “terror” ketika itu tidak bisa dilepaskan dari peperangan kepada “kaum radikal”.
Belakangan opini tersebut semakin tergiring menuju kepada satu kelompok. Yaitu orang-orang Islam yang tidak setuju dengan kebijakan global Amerika dan sekutunya di berbagai belahan dunia, khususnya di Timur Tengah.
Tapi oleh pihak-pihak tertentu penggiringan opini semakin mengarah kepada Umat Islam. Pada akhirnya apa yang disebut sebagai peperangan kepada “terror” atau “war on terror” dimaknai sebagai peperangan kepada Umat Islam.
Inilah Sesungguhnya dikemudian hari yang diterjemahkan oleh Donald Trump dalam sebuah kebijakan “Muslim Ban” atau pelarangan orang Islam masuk Amerika. Dimulai dari tujuh negara. Tapi tujuannya mengarah kepada pelarangan secara totalitàs kepada orang-orang Islam untuk masuk Amerika.
Pada sisi lain, sejak Bush hingga Trump ada pihak-pihak tertentu yang kemudian dilabeli “Muslim moderate”. Pelabelan itu bukan berdasar pada substansi moderasi itu sendiri. Karena beberapa pihak yang dianggap moderate justeru secara ideologi cukup kontras dengan nilai-nilai moderasi.
Di zaman GW Bush misalnya Saudi Arabia dijuluki sebagai negara/bangsa yang moderate. Saya masih ingat bagaimana Pangeran Bandar bin Sultan, Dubes Saudi untuk AS ketika itu begitu akrab dengan Presiden Bush. Padahal dari sekian yang dituduh sebagai pelaku serangan 9/11 mayoritasnya berkebangsaan Saudi Arabia.
Yang ingin saya sampaikan di sini adalah bahwa ternyata penilaian radikal dan/atau moderat itu banyak ditentukan oleh kepentingan, termasuk kepentingan politik. Dan pada akhirnya nilai itu terasa kehilangan esensinya.