Ketua BKSAP DPR: Pembantaian Rohingya adalah Tragedi Kemanusiaan Luar Biasa
Terkait pembantaian Rohingya di Myanmar, saat ini dua tentara Myanmar diyakini tengah ditahan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag, dua bulan setelah mereka mengaku dalam sebuah video, ikut dalam “pemusnahan” minoritas Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar.
Kedua tentara tersebut mengaku terlibat dalam pembunuhan sekitar 180 warga sipil selama operasi militer pada tahun 2017, yang akhirnya memaksa sekitar 750.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Salah satu tentara bernama Myo Win Tun (33), mengatakan, dirinya diperintah untuk “menembak semua yang Anda lihat dan dengar”, sembari menambahkan bahwa dia juga melakukan pemerkosaan selama operasi itu.
Sementara tentara lainnya, Zaw Naing Tun (30), mengatakan dia bertugas berjaga-jaga ketika perwira seniornya memperkosa wanita Rohingya. Keduanya juga turut menyebutkan nama dan pangkat 17 tentara lainnya yang menurut mereka terlibat dalam perilaku kejam itu, termasuk enam komandan senior yang memerintahkan mereka untuk “memusnahkan” semua warga Rohingya.
Video pengakuan mereka direkam oleh Arakan Army (AA), kelompok pejuang Rakhine yang berjuang memerangi militer Myanmar. Dan video itu dirilis oleh LSM bernama Fortify Rights, yang mengklaim telah menganalisis rekaman tersebut dan menyebutnya kredibel.
Kekejaman yang dilakukan terhadap minoritas Muslim Rohingya yang tinggal di barat laut Myanmar itu telah didokumentasikan oleh penyidik PBB dan kelompok HAM.
ICC saat ini sedang menyelidiki apakah pemimpin militer Myanmar, Tatmadaw, terlibat melakukan kejahatan terhadap Rohingya.
Masih belum jelas bagaimana ICC akan merespons pengakuan dua tentara dalam video tersebut. Dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke DW, ICC mengatakan tidak dapat berkomentar terkait penyelidikan yang sedang berlangsung.
Kedua tentara itu juga belum secara resmi didakwa melakukan kejahatan apa pun.
red: farah abdillah/dbs