Ketum Dewan Da’wah: Islam dan Barat Perlu Memahami Batas-batas Toleransi
Tentang paham kebebasan (freedom), misalnya. Ada perbedaan yang sangat mendasar antara peradaban Barat dan Islam. Di Barat, freedom dianggap prinsip terpenting. Sampai-sampai menghina Tuhan dan Nabi pun tidak dilarang, karena itu dianggap sebagai dari kebebasan.
Sebagai contoh, di Barat dibiarkan saja berkembangnya ajaran Gereja Setan (Satanic Church) atau kelompok Kristen Telanjang (Nudic Christian). Hal seperti itu tidak bisa dibiarkan terjadi di Indonesia atau negeri muslim lainnya.
Contoh lain, adalah kasus film “The Last Temptation of Christ”, novel “The Da Vinci Code”, yang dianggap melecehkan Yesus dan otoritas agama Kristen, dan sebagainya. Itu menunjukkan, bahwa ada kebebasan di Barat dalam soal ekspresi keagamaan. Bagi negara-negara Barat, agama dianggap bukan hal penting. Karena itulah, Leopold Weiss (Muhammad Asad) menulis dalam bukunya, “Islam at the Cross Roads”, bahwa peradaban Barat modern memiliki sifat: irreligious in its very essence.
Tetapi, faktanya, di Barat pun ada batas-batas kebebasan. Tidak bebas tanpa batas. Mereka juga tidak bebas melecehkan seseorang atau etnis tertentu. Bahkan, di beberapa negara ada larangan homophobia dan rasisme. Jadi, sekali lagi, kebebasan itu pasti ada batasnya.
Nah, dalam kasus pembuatan kartun Nabi Muhammad Saw, Barat harusnya memahami batas-batas toleransi Islam. Pelecehan Nabi Muhammad Saw adalah kejahatan besar dalam Islam. Dalam kitab “ash-Shaarimul Masluul alaa Syaatimir Rasuul”, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyebutkan, bahwa semua mazhab dalam Islam sepakat, siapa yang menghina Nabi Muhammad Saw, maka ia dikenai pidana hikuman mati.
Bagi seorang muslim, sosok Nabi Muhammad Saw menempati tempat paling istimewa dalam hati seorang muslim. Beliau adalah manusia terpenting dan termulia dalam kehidupan. Tidak ada manusia di muka bumi ini yang namanya disebut 24 jam tanpa henti, kecuali Nabi Muhammad Saw. Tidak ada manusia yang cara makan, cara tidur, cara masuk kamar mandi, cara duduk, cara tertawa, dan cara memimpinnya dijadikan contoh, kecuali Nabi Muhammad Saw.
Jadi, sosok Nabi Muhammad Saw senantiasa hadir dalam setiap desah nafas dan derap langkah kehidupan muslim. Sejak bangun tidur, masuk kamar mandi, bercermin, berpakaian, makan, keluar rumah, naik kendaraan, bekerja, belajar, mengajar, sampai memimpin negara, ada panduan hidup dari Sang Nabi, utusan Allah yang terakhir. Inilah kedudukan yang sangat khusus dari Nabi Muhammad Saw dalam diri dan kehidupan kaum muslimin.