Ketum PBNU Bilang Wajib Hormati HRS, Din: Pernyataan Itu Wajib Diperhatikan Umat Islam
Jakarta (SI Online) – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI), Prof Din Syamsuddin menilai, sangat menarik dan mencerahkan pernyataan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Agil Siraj menyampaikan bahwa kita wajib menghormati Habib Rizieq Syihab (HRS).
Din mengatakan, pernyataan Kiai Said yang bernada fatwa dan menggunakan istilah fikih yakni wajib, hukum Islam yang jika tidak dilaksanakan maka pelakunya akan berdosa adalah sangat keras serta tegas. Saya sangat setuju (muwaffiq kull al-ittifaq) dan sangat menghargai dengan pernyataan tersebut,” kata Din melalui pernyataan tertulisnya, Kamis (31/10).
“Kendati itu merupakan qaulun jadid atau perkataan baru bagi saya pernyataan Kiai Said Agil Siraj itu wajib diperhatikan, tidak hanya oleh Nahdliyin tapi juga oleh seluruh umat Islam, bahkan umat agama-agama lain, tak terkecuali oleh pemerintah atau pemangku amanat,” tambahnya.
Dia menyampaikan, memang seyogianya sebagai bangsa cinta damai dan keadilan harus menghormati hak serta martabat para tokoh agama, apapun agama mereka. Sebagai umat Islam juga harus menghormati para ulama, siapapun mereka dan apapun mazhab pemikirannya
“Sikap cenderung mengkafirkan atau memandang sesat pihak lain, termasuk menuduh pihak lain secara pejoratif seperti radikal merupakan sikap yang tidak arif bijaksana dan bukan merupakan bentuk moderasi beragama,” ujarnya.
Din mengatakan, wawasan wasathiyah suatu watak Islam sejati yang mengedepankan tasamuh atau toleransi perlu mengejawantah dalam sikap penuh hikmat kebijaksanaan dalam kemajemukan dan keberagamaan yakni dengan menghargai orang lain. Sikap ini diperlukan dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia yang memiliki keragaman agama, etnik dan budaya.
Kata Din, Islam mengajarkan, antarumat berbeda agama maka berlaku lakum dinukum waliyadin (bagimu agamamu, bagiku agamaku) tapi bangsa ini masih bersaudara.
“Terhadap sesama Muslim walau berbeda aliran atau organisasi sehingga berbeda pemahaman keagamaan, bisa berlaku analoginya lakum ra’yukum, wali ra’yi (bagimu pendapatmu, bagiku pendapatku) tapi kita tetap bersaudara seiman,” jelasnya.
Din menambahkan, tentu hal itu setelah semuanya mencoba untuk duduk bersama berdialog atau bermusyawarah yang merupakan ciri lain dari wawasan wasathiyah. Selain wajib menghormati Habib Rizieq Syihab hormati pula Ustaz Abdus Somad, Ustaz Adi Hidayat atau Tengku Zulkarnain serta para tokoh agama lain. “Walaupun kita tidak sependapat, tapi tidak eloklah kalau mereka dilarang atau dihalang-halangi,” kata Din.
Oleh karena itu, dia menegaskan, demi kerukunan bangsa dan persatuan Indonesia (Sila Ketiga Pancasila), mari kembangkan sikap saling memahami dan menghormati. “Kriminalisasi tokoh agama (ulama, pendeta, pedanda atau bikkhu) dan kecenderungan labelisasi apalagi dengan generalisasi adalah pendekatan yang kontra produktif terhadap perwujudan kerukunan bangsa, integrasi, dan integritas nasional,” tandasnya.
red: adhila