Ketum Wahdah: Muktamar Fiqih Peradaban Penting agar Umat Tak Keliru Bersikap
Jakarta (SI Online) – PBNU gelar silaturahmi dan pertemuan pendahuluan Muktamar Perdana Fiqih Peradaban (The First International Convention on Islamic Jurisprudence for a Global Civilization/Fiqh al Hadharah), Kamis (15/12).
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf menyampaikan bahwa PBNU akan menggelar muktamar berskala internasional membahas fikih peradaban (fiqih hadharah) pada 5-6 Februari 2023 mendatang.
Tema yang akan dibahas adalah “Penilaian Fiqih atas Legitimasi Piagam PBB sebagai Landasan Tata Dunia: Membangun Fiqih untuk Perdamaian dan Harmoni Global”.
Hadir dalam introductory meeting tersebut, Ketua Umum Wahdah Islamiyah Ustaz Zaitun Rasmin menyampaikan tanggapan positif.
“Alhamdulillah, tadi malam kami diundang dalam acara silaturahmi dan pertemuan pendahuluan Muktamar Fiqih Peradaban (The First International Convention on Islamic Jurisprudence for a Global Civilization / Fiqh al Hadharah). Ini acara yang bagus sekali. Sebagai sebuah upaya untuk memberikan jawaban terhadap berbagai persoalan kekinian,” ungkapnya.
Menurutnya umat Islam perlu mendapatkan petunjuk-petunjuk berkenaan dengan persoalan kekinian tersebut secara aktual.
“Kita sebagai muslim perlu mendapatkan petunjuk-petunjuk berkenaan dengan persoalan tersebut yang aktual dari syariat kita. Inilah kelebihan syariat Islam, selalu aktual. Selalu kompatibel dengan tempat dan zaman manapun,” lanjutnya.
Berikutnya Ketua Ikatan Ulama dan Da’i Asia tenggara ini menjelaskan bahwa tema yang akan dibahas adalah ranah mutaghayyirat dalam syariat Islam.
“Dalam syariat ini ada yang disebut tsawabit, dan ada yang disebut mutaghayyirat. Tsawabit adalah bagian-bagian yang rigid dan konstan. Tidak berubah. Sedangkan mutaghayyirat adalah bagian-bagian yang dinamis. Ada “kekinian” dan “kedisinian”. Terkait persoalan mutaghayyirat inilah yang perlu terus diperbaharui kajian-kajiannya. Bagaimana pandangan syariat Islam, bagiamana pandangan fiqh terkait hal ini?” terangnya.
Menurutnya ini perlu diangkat agar kaum muslimin tidak keliru dalam menanggapi berbagai perkembangan yang ada. Termasuk dalam berinteraksi dengan berbagai kalangan umat manusia. Ia contohkan Piagam PBB dan soal konsep hukum negara (al muwathanah).
“Contohnya adalah soal Piagam PBB yang sempat diangkat oleh Ketua Umum PBNU dalam sambutannya semalam. Kita akan bahas bagaimana kedudukan Piagam PBB dalam fiqul hadharah atau fiqih Islam, seperti apa posisinya dalam mengatur hubungan antar sesama manusia di dunia ini? Contoh lainnya, yang belum lama ini selesai dibahas oleh para ulama adalah konsep al muwathanah. Yaitu tentang hukum negara dan hak,serta kewajiban warga negara dalam pandangan Islam,” pungkasnya.
Dalam muktamar internasional perdana mendatang PBNU akan mengundang berbagai tokoh agama dari dalam dan luar negeri.
red: adhila