NUIM HIDAYAT

KH Ahmad Dahlan: Tokoh Revolusioner Pendidikan Islam (2)

Untuk mewujudkan gagasannya ini ia berdialog dengan banyak ulama, para pemuda dan santrinya. Ia menyatakan bahwa organisasi ini akan dinamai Muhammadiyah yang artinya pengikut Nabi Muhammad saw. Kiai Dahlan juga mengajak beberapa anggota Budi Utomo untuk menjadi pengurus Muhammadiyah. Diantara yang sanggup untuk bergabung adalah Raden Haji Syarkawi, H Abdulghani, HM Syuja’, HM Hisyam, HM Fakhurudin dan HM Tamim. Seluruhnya warga Kauman.

Perkumpulan Muhammadiyah pun dibentuk dengan ketuanya KH Ahmad Dahlan. Pengurus kemudian mengajukan izin pendirian organisasi kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Jakarta, melalui organisasi Budi Utomo. Oleh Gubernur Jenderal, surat permohonan itu dikirim ke Residen Belanda di Yogyakarta, untuk dimintakan saran kepada Sri Sultan Hamengku Buwono VII lewat rijk bestuur (pejabat pemerintahan kerajaan) Patih Danurejo.

Pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330H, 18 November 1912, Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan surat keputusan yang berisi pengesahan berdirinya perkumpulan Muhammadiyah, yang berkedudukan di Yogyakarta dan hanya berlaku di Yogyakarta.

Dengan berdirinya Muhammadiyah, Kiai Dahlan semakin sibuk menyebarkan dakwah Islam di sekolah-sekolah. Tidak hanya pada murid Kweekschool di Yogya saja, tapi juga murid Normalschool di Purwosari Solo, Opledingschool di Madiun, Osvia Magelang dan HKS di Purworejo. Selain itu, ia juga memasukkan ilmu-ilmu agama pada sekolah milik keraton.

Tidak cukup sampai disitu, Kiai Dahlan juga merintis sendirinya berdirinya sekolah yang memadukan pelajaran umum dan pelajaran agama. Ia memanfaatkan pendopo rumahnya untuk berdirinya madrasah diniyah. Murid-muridnya adalah anak-anak Kauman dan sekitarnya yang berumur 7 sampai 13 tahun.

Dengan model pendidikannya ini, KH Ahmad Dahlan bertujuan menyatukan antara golongan Islam putihan dan golongan Islam abangan. Golongan Islam putihan adalah golongan Islam yang telah menjalankan syariat Islam sehari-hari, seperti shalat, zakat, puasa ramadhan dan lain-lain. Sedangkan golongan Islam abangan adalah golongan yang belum menjalankan syariat Islam, seperti shalat lima waktu. Dengan masuknya pelajaran agama di sekolah-sekolah Keraton, maka golongan abangan lambat laun mulai memahami Islam dan menjalankan shalat lima waktu.

Perkembangan dakwah yang dirintis Kiai Dahlan mendapat sambutan luas di masyarakat baik di Yogyakarta maupun daerah-daerah lain. Mereka menginginkan Muhammadiyah membuat cabang di berbagai daerah. Maka, karena gerakannya dibatasi di Yogya, Kiai Dahlan menganjurkan agar daerah-daerah menggunakan nama lain. Maka muncullah Nurul Iman di Pekalongan, al Munir di Makasar, Ahmadiyah di Garut (bukan aliran Ahmadiyah Mirza Ghulam Ahmad) dan lain-lain.

Kiai Dahlan juga merintis pelajaran bela diri untuk santri-santrinya. Ini adalah usulan dari KH Busyro Suhada kepadanya. Maka berdirilah saat itu peguruan pencak silat Cikauman. Dalam perjalanannya, perguruan ini menjadi Tapak Suci Muhammadiyah.

Selain membina kaum laki-laki, kaum perempuan juga mendapat perhatian yang tinggi dari KH Ahmad Dahlan dan istrinya. Nyai Ahmad Dahlan kemudian mendirikan kelompok pengajian Sopo Tresno untuk para gadis dan ibu-ibu di Kauman dan sekitarnya.

Dalam pengajian ibu-ibu itu, Kiai Dahlan selalu menyemangati perempuan agar jangan kesibukan menjadi ibu rumah tangga menghalangi mereka untuk berbuat baik ke masyarakat. Ia juga menganjurkan agar nanti lahir dokter-dokter perempuan yang menangani khusus perempuan, mendirikan rumah sakit untuk umat Islam dan lain-lain.

Pengajian Sopo Tresno ini kemudian berkembang luas. Lewat musyawarah dengan para ulama, akhirnya pengajian atau perkumpulan ini digantinya namanya dengan nama Aisyiyah. Ini adalah usulan dari KH Fachruddin yang mengambil nama dari istri dan teman seperjuangan Rasulullah, Aisyah. Maka bersamaan waktunya dengan peringatan Isra’ Mi’raj Rasulullah saw 27 Rajab 1335H, 19 Mei 1917 diresmikanlah organisasi Aisyiyah. []

Nuim Hidayat, Ketua Dewan Da’wah Islamiyah Depok

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button