Kita Seharusnya Bisa Merayakan Kemerdekaan Tanpa Pembungkaman
Dan keempat, kian besarnya impunitas yang dimiliki Presiden. Amandemen UUD 1945 sebenarnya telah memberikan perlindungan sangat besar kepada Presiden. Kini, Presiden tak bisa lagi dengan mudah dijatuhkan oleh DPR. Namun, dengan dalih keadaan luar biasa, melalui Perppu Corona impunitas yang dimiliki pemerintah kini jadi luar biasa. Presiden dan jajarannya tak lagi bisa diajukan ke muka pengadilan jika ada kebijakannya dianggap menyeleweng.
Selain Perppu Corona, kekuasaan Presiden kini juga kembali dilindungi oleh haatzaai artikelen dan lesse majeste. Pasal 134, 136 bis, dan 137 KUHP mengenai penghinaan terhadap Presiden, yang sebenarnya sudah dibatalkan oleh MK pada 2006 lalu, kini dimasukan kembali dalam RUU KUHP yang baru.
Pasal-pasal tersebut sudah dicabut oleh MK pada 4 Desember 2006. Melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006, dijelaskan bahwa aturan tersebut diputus dihapus karena tafsirnya yang “amat rentan manipulasi”, atau dengan kata lain bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. MK menyatakan Pasal 134, Pasal 136BIS, dan Pasal 137 KUHP bertentangan dengan UUD 1945.
Selama berkuasa, hanya dua orang Presiden kita yang tak pernah menerapkan haatzaai artikelen, yaitu Presiden B.J. Habibie dan Abdurrahman Wahid.
Menurut catatan Human Rights Watch, perkara terkait pasal haatzaai artikelen juga lese majeste meningkat lagi sejak Megawati menjadi presiden hingga kemudian dicabut MK pada akhir 2006.
Jadi, kasus mural di Kota Tangerang yang berisi karikatur Presiden dengan tulisan “404: Not Found” tak seharusnya menjadi perkara hukum yang serius seandainya Presiden menempatkan diri dalam posisi egaliter di dalam sistem hukum kita.
Pada peringatan Hari Kemerdekaan ini, kita seharusnya benar-benar bisa merayakan “kemerdekaan”, baik “kemerdekaan dari” (freedom from), maupun “kemerdekaan untuk” (freedom for). Tak seharusnya kemerdekaan yang lama diperjuangkan oleh para pendiri negeri dicederai oleh pembungkaman-pembungkaman semacam tadi. Sebuah pemerintahan yang merasa dirinya demokratis tak seharusnya merasa gentar menghadapi sebuah mural.
Dirgahayu ke-76 RI.
Dr. Fadli Zon, M.Sc.
Anggota DPR RI, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra