Komunis Itu Bengis dan Buas
Memutarbalikkan fakta dan melemparkan kesalahan kepada pihak lain serta memanfaatkan situasi apa pun untuk kepentingan kekuasaan, adalah keahlian yang dimiliki orang komunis. Ini contohnya.
Antara tahun 1921-1922 Rusia Soviet dilanda kelaparan berat. Schewarz (1972) bertutur tentang kisah seorang perempuan –yang pada masa kelaparan itu masih anak sekolah di Kilev, bahwa permainan mereka ketika berjalan menuju sekolah ialah menghitung mayat yang bergelimpangan di jalan. Mengutip Courtols (2000), Taufiq Ismail menuliskan, penduduk sudah mulai makan mayat manusia. Begitu ngerinya kelaparan itu sehingga Petriach Gereja Orthodox Rusia, Tikhon, kepada jemaatnya meyerukan, “Mayat manusia telah menjadi cemilan sehari-hari. Di mana-mana orang bertangisan. Kanibalisme menjadi kebiasaan. Saudara-saudara dan saudari-sudariku, ulurkan tangan kalian, bantulah mereka itu ! Dengan persetujuan Jemaah yang beriman, pakailah kekayaan gereja untuk meringankan derita mereka”.
Tetapi bagi Lenin, bencana kelaparan itu justeru dapat dieksploitasi untuk menyudutkan dan menghancurkan nama baik Gereja. Nama baik kaum agamawan. Lenin berpendapat, bantuan untuk petani kelaparan itu tidak perlu diberikan karena diperlukan krisis memuncak sehingga terjadi revolusi. Lenin justeru memerintahkan menangkapi para panitia bantuan kelaparan dan para tokoh Gereja serta merampas kekayaan Gereja. Kebencian orang-orang yang lapar terhadap Gereja dibangkitkan dengan menyebar fitnah bahwa Gereja adalah “musuh rakyat”, borjuis yang menumpuk kekayaan dan tidak perduli terhadap masalah kelaparan. Tidak kurang dari 20 ribu aktivis gereja di “dor” mati dan ratusan lagi, termasuk Patriach Tikhon, dikurung dalam tahanan. Mayat para pendeta itu dicampakkan begitu saja ke parit atau jurang. Bangunan gereja diubahfungsikan untuk berbagai keperluan, termasuk klub malam. Demikianlah, sehingga dari 80 ribu gereja yang ada di tahun 1905, tersisa tinggal 11.525 di tahun 1950, turun 87 porsen.
Harta rampasan dari Gereja itu dijual oleh pemerintah. Lenin dengan partai komunisnya tampil seolah “pahlawan”. Padahal, dari 25 juta jiwa yang kelaparan itu, hamya 2 juta yang mendapat bantuan pemerintah. Hasil penjualan harta rampasan dari gereja, berikut emas dan logam mulia lain, itu justeru sebahagian besar dikirim kepada Partai Palu Arit di berbagai Negara sebagai bantuan untuk menggerakkan revolusi dunia. Entahlah, apakaah PKI juga mendapat bagian. Yang pasti, ditahun-tahun itu Semaoen, Ketua PKI pertama, sudah punya hubungan erat dengan Partai Komunis Rusia Sovyet.
Program “Lompatan Jauh ke Depan” Mao Zedong yang ambisius, 1958-1962, membuat 30-40 juta rakyat RRC mati kelaparan. Bencana kelaparan sekala luar biasa ini bukanlah disebabkan bencana alam, melainkan akibat cara kerja pemerintahan, khususnya diktator Palu Arit alias proletar Marxis. Seperti juga Rusia Sovyet, di negara-negara yang dikusasi komunis, kelaparan yang fatal memang sengaja diciptakan. “Ini cara lain pembantaian tanpa darah gaya komunis, tanpa peluru,” tulis Steven W Mosher, Direktur Asian Studies di Clarmont Institute, California. Dia menyebut contoh selain Cina dan Sovyet, yakni Kamboja (masa Pol Pot) dan Ethopia.
Inilah ideology yang mengusung sosialisme namun hakekatnya penghancur kehidupan sosial. Komunis memang lihai dalam memainkan peran “maling berteriak maling”. Berteriak sebaghai pembela hak azasi manusia, tetapi kenyataannya penjagal manusia tersadis di dunia. Berteriak sebagai tidak anti agama tetapi menistakan nilai-nilai Ilahiyah dan memusuhi pemeluknya. Berteriak penegakan demokrasi, tetapi membangun pemusatan kekuasaan hanya di tangan segelintir orang dengan menjagal lawan-lawan politiknya. Ingat, Pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI), misalnya, tahun-tahun menjelang peristiwa1965 berteriak-teriak tentang penegakan nilai Pancasila; tetapi PKI terbukti adalah penghianat Pancasila.
Mengapa komunis bisa menjadi begitu buas, kejam dan ganas tanpa rasa kemanusian ? Ini tak lain karena falsafah yang mendasari ideologi komunis itu sendiri, yang ditanamkam melalaui perkaderan kepada semua pengikutnya di seluruh dunia.
Boleh disebut peletak dasar falsafah komunis itu adalah Karl Marx, Friedrich Engels dan Charles Robert Darwin. Trio ini sama-sama mengingkari keberadaan Yang Mahasa Kuasa. Marx dan Engels melihat sejarah kehidupan manusia tak lebih dari konflik-pertentangan kelas: kelas buruh dan pemilik modal. Yang kuat dan perkasa akan berkuasa dan yang lemah akan punah. Maka, kaum buruh (proletar) memandang pemilik modal sebagai musuh yang harus dihabisi dengan cara apa saja untuk mewujudkan masyarakat sosialisme. Inilah gerakan dengan konsep “keadilan sosial” yang membungkus kebencian sosial yang tiada tara; dan menghalalkan kekerasan yang terorganisasi sebagai alat “penyelamat” sosial. Filsafat materialisme Marx dan Engels ini mendapatkan landasan “akademisnya”, serta dukungan penerapannya di alam raya, dalam The Origin of Species” yang dikarang oleh Charles Robert Darwin (1859).
Teori Evolusi Darwin menyebut, kehidupan membentuk dirinya sendiri tanpa sengaja dari bahan-bahan pembentuknya yang telah ada di alam semesta. Tidak ada campur tangan Tuhan di situ. Lalu makhluk-makhluk hidup itu mengalami seleksi alam: yang kuat akan bertahan hidup dan yang lemah akan punah. Seleksi alam terjadi melalui perubahan alam di habitatnya, juga pertarungan dan konflik tanpa belas kasih sesama makhlu hidup. Inilah yang disebutnya sebagai Survival of the Life.
Pengusung idologi Sosialis-Komunis menempatkan dirinya sebagai binatang tanpa Tuhan yang sedang menghadapi seleksi alam, yang harus bertarung secara ganas untuk tetap bisa eksis. Oleh karena itu, agama yang mengajarkan pengabdian hanya kepada Allah, menegakkan keadilan, menabur kasih sayang, mengajarkan toleransi dan persaudaraan menjadi musuh utama orang-orang komunis; sebab ajaran ini bisa merusak keganasan komunis untuk bertarung. Karena itu pula agama semacam ini harus “dinetralisasi” untuk kemudian dihabisi.
Inilah pesan Lenin: “Penyebaran pandangan anti-Tuhan adalah tugas utama kita. Kita harus memperlakukan agama dengan bengis. Kita harus memerangi agama. Inilah A, B, C, materialism dan juga A, B, C, Marxisme.”
Akan sedalam apakah darah menggenangi ibu pertiwi yang tertumpah dari penduduk ber-Ketuhananan Yang Maha Esa ini jika komunis dibolehkan hidup di Indonesia? Seberapa tinggi tumpukan mayat orang beragama yang dipaksa mati dengan cara kelaparan dan penyiksaan? Ngeri membayangkannya.
Karena itu, waspadalah. Bila kekejaman telah dipertontonkan, kebencian terhadap agama sudah dipertunjukkan, adu domba sesama anak bangsa serta tuduhan-tuduhan fitnah sudah dimainkan, maka itu artinya Komunis sedang bergerak bangkit. Rakyat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa ini harus bersiap-siap. Wallahu a’lam bishshawaab.
Dr Masri Sitanggang