Korea Dipeluk, Papua Terancam Dipatuk
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri akan mendorong Korea Selatan dan Korea Utara segera bersatu. Megawati akan menawarkan konsep Pancasila kepada kedua negara sebagai jalan mewujudkan perdamaian.
Megawati menyampaikan hal tersebut kepada wartawan di Lotte Hotel, Seoul, Korea Selatan, Rabu (28/8/2019). Dia akan menjadi pembicara kunci pada forum DMZ International Forum on the Peace Economy di lokasi yang sama pada Kamis (29/8).
“Saya kira dengan cara seperti ini (menjadi pembicara di DMZ Forum, red), menurut saya sangat positif sekali. Supaya isu untuk terjadinya persatuan, bersatunya Korea kan selalu ada. Karena menurut saya, sudah merupakan sebuah kebutuhan bagi Korsel dan Korut sendiri,” kata Megawati. (m.detik.com)
Megawati mengaku menitikkan air mata dan merasa bahagia di momen pemimpin Korsel Moon Jae In dan Pemimpin Korut Kim Jong Un bermufakat untuk menandatangani Deklarasi Panmunjom untuk Perdamaian, Kemakmuran, dan Unifikasi Semenanjung Korea. Menyaksikan hal itu Mega berpendapat saat ini sejarah baru telah ditorehkan bukan hanya bagi dua negara, tapi bagi peradaban bangsa Asia. (Republika.com)
Gagasan mantan presiden ke-5 di atas sepintas mungkin terlihat baik dan sangat perhatian terhadap persatuan negara tetangga. Namun, jika kita lirik kondisi ke dalam negeri, sungguh upaya Megawati mempersatukan Korea tersebut bak diserakkan padi awak diimbaukan orang lain. Masalah negara lain ikut mengurusi sementara masalah dalam negeri tidak dihiraukan.
Bagaimana tidak? Pernyataan Megawati tersebut disampaikan tatkala negeri ini sedang menghadapi masalah tuntutan referendum dari Papua. Wilayah paling timur Indonesia yang sudah sejak lama pula meringis karena kehidupan yang sulit dan konflik antarsuku yang kerap terjadi.
Jangan sampai Korea dipeluk, sementara Papua terancam dipatuk oleh orang asing. Sehingga, pemerintah tidak boleh abai terhadap masalah ini. Dan jangan sampai pula berujung sama dengan Timor Timur yang sekarang telah lepas dari Indonesia. Tuntutan mereka untuk melepaskan diri dari Indonesia seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah saat ini dibanding dengan mencoba menyatukan Korut dan Korsel.
Ancaman disintegrasi Papua dari Indonesia membuka mata kita bahwa negeri ini butuh ikatan yang lebih kuat dibanding dengan ikatan nasionalisme atau sukuisme. Lebih dari itu, negeri ini butuh ideologi pemersatu yang benar-benar bisa merangkul seluruh wilayah tanpa ada diskriminasi antar suku atau wilayah-wilayah tertentu.
Karena kondisi saat ini jelas memperlihatkan wilayah yang cukup terperhatikan hanyalah daerah yang dekat dengan ibu kota negara. Bagi daerah yang jauh atau berada di pelosok kesejahteraan hidup tidak pernah mereka rasakan. Walaupun pada kenyataannya masyarakat yang hidup di ibukota pun tak sedikit yang hidup terlunta-lunta. Begitu miris.
Selain itu, ikatan nasionalisme terlalu lemah untuk mewujudkan mimpi tersebut. Karena nasionalisme hanya ikatan yang sifatnya reaktif dan spontanitas. Yang hadir pada momen-momen tertentu. Tidak mendarah daging. Tidak bersemayam kuat dalam lubuk hati.
Hanya ideologi Islamlah yang mampu mewujudkannya. Karena Islam adalah ideologi paripurna yang telah terbukti mampu merangkul beragam bangsa, adat, suku, bahasa, dan sebagainya. Ideologi Islam mempunyai aturan-aturan yang sempurna yang mampu menjadi solusi atas segala permasalahan baik individu, masyarakat, maupun negara.
Sejarah telah mencatat kegemilangan Negara Khilafah yang menerapkan Islam sebagai ideologinya. Tengoklah kekuasaan Khilafah Utsmani yang menguasai 2/3 dunia. Dia merangkul hampir seluruh dataran bumi ini selama berabad-abad lamanya.
Kerajaan Ottoman (Turki Utsmani) menduduki daratan di Eropa, Asia, dan Afrika. Di Eropa wilayah teritorial Ottoman meliputi Semenanjung Balkan di bagian selatan Sungai Danube dan Sava dan daratan tengah Hungaria hingga ke utara.
Kerajaan-kerajaan Transylvania, Wallachia, Moldavia, dan Crimea yang terletak antara Hungaria dan Laut Hitam membayar upetinya kepada Sultan Ottoman. Di Asia, Kerajaan Ottoman berkembang ke arah timur dari Bosphorus hingga pegunungan yang berbatasan dengan Iran. Dan, di bagian selatan hingga bagian hulu dari Teluk hingga ke Yaman di barat daya Semenanjung Arab.
Di Afrika, tanah kerajaan terdiri atas bagian barat litoral Laut Merah, provinsi kaya Mesir, dan semiotonomi pos terluar Tripoli, Tunisia, dan Aljazair. Di Mediterania Siprus dan sebagian besar pulau-pulau dari kepulauan Aegean dimiliki Ottoman. (Republika.com)
Demikianlah Islam telah membuktikan, bahwa hanya dengan penerapan aturan Islamlah akan terwujud kehidupan rahmatan Lil Alamin. Pemerintahannya senantiasa mengurus urusan rakyat dan memenuhi semua kebutuhannya. Tanpa pembedaan wilayah pusat, pinggiran atau perbatasan.
Allah SWT berfirman: “Dan kami turunkan kepada kamu kitab ini untuk menerangkan semua perkara dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri…” (QS. An Nahl: 89)
Wallahu a’lam bishshawaab
Anisa Rahmi Tania
(Aktivis Muslimah Jakarta Utara)