Krisis Lebanon Semakin Mengkhawatirkan
Beirut (SI Online) – Krisis multi dimensi yang melanda Lebanon yang diawali krisis politik dan krisis ekonomi semakin mengkhawatirkan. Lebanon akan segera memasuki fase terburuknya. Baru-baru ini, UNICEF melaporkan, pasokan air bersih ke seluruh negeri akan segera berhenti.
UNICEF mengungkapkan, lebih dari empat juta orang Lebanon berisiko kehilangan akses ke air bersih karena kekurangan dana. Jumlah ini setara 70% populasi Lebanon 6,7 juta jiwa.
Kondisi ekonomi dan keuangan yang hancur akan segera membawa Lebanon kolaps jika para tokoh pemimpin negeri itu tidak berbuat sesuatu, demikian ditulis Reuters, Senin, 23 Agustus lalu.
Mundurnya Perdana Menteri (PM) Lebanon Hassan Diab tahun lalu menambah panjang gejolak krisis di Lebanon, yang kian parah. Kondisi tak kondusif ini semakin runyam dengan insiden ledakan dahsyat di Beirut, ibu kota negara tersebut. Massa kemudian meluapkan amarahnya, menuding pemerintah yang korup menjadi biang keladi bencana ini.
Lebanon telah tanpa pemerintahan yang berfungsi penuh selama lebih dari setahun sejak pemerintah Hassan Diab mengundurkan diri menyusul ledakan di Pelabuhan Beirut.
Kemiskinan telah mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya, kekurangan obat-obatan dan bahan bakar telah memicu kekerasan, dan mata uang lokal anjlok hingga 90 persen.
Komunitas internasional telah menawarkan untuk memberikan bantuan keuangan yang sangat dibutuhkan, tetapi menuntut adanya pemerintahan baru dan reformasi untuk memerangi korupsi dan pemborosan dana publik.
Potensi ladang gas alam lepas pantai adalah salah satu cara yang diharapkan Lebanon untuk bisa keluar dari krisis ekonomi dan keuangannya.
Beberapa cadangan potensial terbesar terletak di perairan yang disengketakan di sepanjang perbatasan laut selatan Lebanon dengan Israel.
Amerika nampaknya akan berbagi keprihatinan atas krisis yang dialami Lebanon.
“Namun Amerika juga mengingatkan potensi kehancuran Negara jika elite politik Lebanon tidak bertindak dan bekerjasama membentuk pemerintahan baru”, kata seorang pejabat Amerika dalam pemerintahan Biden.
Amerika juga mengkhawatirkan adanya transfer teknologi rudal berpemandu presisi tinggi dari Iran ke kelompok Hizbullah di Lebanon. Hal ini telah mencemaskan Israel, sekutu utama Amerika di Timur Tengah.
Dalam rencana pertemuan Presiden Biden dan Perdana Menteri baru Israel Bennet, masalah teknologi rudal berpemandu presisi ini akan menjadi salah satu agenda pembicaraan.
“Ada diskusi yang harus dilakukan dalam hal keprihatinan bersama kami, masalah keamanan, tentang apa yang terjadi di Lebanon. Tentu saja, Israel cukup khawatir dalam hal transfer teknologi rudal berpemandu presisi ke Hizbullah, dan kami cukup khawatir tentang itu,” kata pejabat AS kepada Al Arabiya selama briefing telepon dengan wartawan.
Red: Agusdin/dbs