Krisis Palestina Ujian Kebijaksanaan Mengurus Keamanan dan Keadilan Global
Tantangan Kemanusiaan
Namun, krisis di Palestina bukan sekadar konflik sengketa wilayah. Ini adalah ujian moralitas, spiritualitas dan kemanusiaan kita. Bagaimana kita sebagai umat manusia menyikapi penderitaan yang tiada akhir ini. Apalagi bagi kita yang mengaku sebagai umat Islam yang merupakan saudara bangsa Palestina, yang diikat oleh akidah dan keyakinan yang sama. Dimana ikatan tersebut jauh lebih kokoh dibandingkan ikatan darah, keturunan dan kekeluargaan.
Ketika ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal, ketika generasi muda tumbuh dalam ketakutan dan keterbatasan, tanggung jawab kita bukan menjadi penonton dari jauh. Kita semua terlibat. Kita semua bertanggung jawab. Nanti kita semua akan diuji dan dimintai pertanggung jawaban.
Panggilan untuk bertindak dan bersikap
Sebagai manusia dan orang beriman, kita tidak bisa membiarkan diri kita menyaksikan penderitaan ini dalam diam. Ketika hak asasi manusia dilanggar, tindakan kita menjadi suara bagi mereka yang tidak berdaya adalah satu keniscayaan. Kita memiliki kekuatan untuk mengubah narasi buruk ini. Tidak hanya dengan kata-kata, namun dengan tindakan nyata: dukungan, kesadaran global, dan seruan kepada para pemimpin dunia untuk bergerak menuju perdamaian yang berkelanjutan, konsisten, jujur, dan akuntabel.
Sikap kita terhadap krisis di Palestina mencerminkan kepekaan kita sebagai umat manusia. Inilah saatnya kita bersatu, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dan memastikan setiap individu mempunyai hak yang sama untuk hidup damai dan adil. Kita harus bersama-sama menjadi suara bagi kaum tertindas, membawa secercah harapan di tengah kegelapan konflik yang tiada akhir. Ini bukan hanya ujian bagi mereka di sana, tapi bagi kita semua sebagai umat manusia.
Ayo segera bertindak. Jangan sampai sejarah mencatat lebih dari dua miliar komunitas muslim di dunia hanya sekedar menyaksikan penderitaan saudara kita di Palestina. Jangan sampai Sejarah merekamkan bahwa saudara-saudara kita di Palestina mati kelaparan dan kehausan sementara megahnya Sungai Nil mengalir melalui delta Mesir, Sudan hingga ujungnya.
Jangan biarkan sejarah mengabadikan kendaraan ambulans peralatan keamanan rakyat Palestina terdampar, tidak bisa dioperasikan, sementara lautan minyak dan bensin melintasi tanah berkah Jazirah Arab dan negara-negara Teluk seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Jangan izinkan sejarah menyatakan puluhan ribu warga Palestina syahid akibat keganasan peluru, bom, rudal dan roket rezim zionis, padahal di negeri para nabi di Jazirah Arab terdapat lebih dari empat juta prajurit dan tentara. Dan diantara mereka ada digelar sebagai tentara terbaik di dunia (ahsan junud fi al-alam) yaitu Mesir.
Jangan pula sampai kemudian hari tertulis di halaman sejarah, rakyat Palestina menjadi korban keberutalan rezim Zionis dengan dukungan dana dari perusahaan dan produk milik Zionis dan pendukungnya, sementara kita berpesta pora, bersuka-ria tanpa rasa bersalah dan berdosa, berbelanja, dan menikmati produk pendukung Zionis tanpa sebab darurat.
Semoga sejarah tidak menuliskan bangsa dan rakyat Palestina hancur dan hilang dari peta dunia, padahal masih ada saudaranya Indonesia, negara terbesar dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, negeri Melayu, Malaysia Rahmah nan madani.