Kristenisasi di Balik Nikah Beda Agama: Kawin Campur, Akidah pun Hancur
Kristenisasi di Balik Kawin Campur
Bagi siapapun yang ingin menikah beda agama (kawin campur) dengan umat Kristen, waspadalah terhadap misi kristenisasi yang sangat terbuka lebar.
Prinsip Kristen Protestan. Meskipun tidak melarang perkawinan antara Protestan dengan non Protestan, namun tetap memberikan beberapa catatan keras. Pendeta Protestan Dr Fridolin Ukur, dalam “Beberapa Catatan Pihak Protestan Mengenai Hasil Dialog KWI-PGI Tentang Kawin Campur”, menyatakan jika terjadi nikah beda agama antara Protestan dengan non Protestan, maka akan dilakukan beberapa alternatif, antara lain:
1) pernikahan dilakukan di Kantor Catatan Sipil dan kepada kedua mempelai diberikan penggembalaan (pembinaan iman Protestan) secara khusus, 2) Gereja melakukan pemberkatan nikah beda agama, setelah pihak non Protestan membuat pernyataan bahwa dia bersedia ikut agama Protestan, 3) Mempelai nikah beda agama tidak diberkati, tapi dikeluarkan dari keanggotaan gereja.
Dalam pandangan Katolik yang diatur dalam Hukum Kanonik yang disahkan oleh Paus Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983, nikah beda agama itu tidak sah. Karena dalam kanon 1055 pasal 1-2 dinyatakan bahwa perkawinan yang sah adalah nikah antara pria dan wanita yang dibaptis dan diangkat menjadi sakramen dan dilakukan menurut aturan gereja. Maka dalam kanon 1086 dan 1124 dinyatakan bahwa prinsip agama Katolik adalah melarang penganutnya untuk melakukan nikah dengan non Katolik.
Namun dalam kasus nikah antara Katolik dan non Katolik, bisa dianggap sah bila dilakukan sesuai dengan hukum Katolik dan mendapat dispensasi dari Ordinaris Wilayah atau uskup (kanon 1124). Adapun penjabaran dispensasi itu diuraikan dalam kanon 1125 pasal 1: Pihak Katolik bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman (murtad), serta berjanji dengan jujur untuk berusaha dengan sekuat tenaga agar semua anak-anaknya dibaptis dan dididik secara Katolik.
Jadi, jauh sebelum kelompok “liberal berkedok Islam” menghalalkan pernikahan berbeda agama, Paus sudah mengantisipasi nikah beda agama untuk kepentingan misi Katolik.
Prinsip Kristen Protestan dan Katolik jelas sekali bahwa mereka mengincar akidah Islam dari keluarga beda agama. Protestan menegaskan bahwa “pihak non Protestan membuat pernyataan bahwa dia bersedia ikut agama Protestan.” Sedang Katolik berusaha mengkatolikkan anak-anak hasil pernikahan beda agama dengan aturan tegas: “berjanji dengan jujur untuk berusaha dengan sekuat tenaga agar semua anak-anaknya dibaptis dan dididik secara Katolik.”
Dengan demikian, pihak yang paling diuntungkan dari doktrin penghalalan nikah campur oleh Islam Liberal adalah pihak non Muslim yang sudah mengantisipasi kawin campur dengan misi Kristenisasi. Ini jelas membuka peluang pemurtadan terhadap umat Islam. []
A. Ahmad Hizbullah MAG