NASIONAL

Kritik Rencana Amandemen UUD 1945, Mantan Ketua MK: Urgensinya Apa?

Kemudian era Soeharto, GBHN dibuat melalui Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) yang ditetapkan oleh MPR menjadi GBHN. Seluruh perencanaan pembangunan dibuat oleh eksekutif dalam hal ini presiden.

“Sekarang GBHN siapa yang buat? Kalau dilihat Ketetapan MPR, (berarti) MPR yang buat. Kalau MPR yang buat apa melibatkan presiden? Ini jadi soal. Jadi MPR nyusun sendiri, presiden punya sendiri, kan jadi soal dalam implementasi,” katanya.

Hamdan menuturkan dulu MPR lembaga tertinggi negara yang membuat GBHN. Presiden merupakan mandataris dari MPR. Sehingga, apabila presiden tak bisa menjalankan mandat, DPR bisa mengundang MPR. Sidang istimewa digelar.

“Kalau dianggap tidak mampu maka presiden bisa diberhentikan oleh MPR,” kata Hamdan.

Hamdan mencontohkan, soal pemberhentian presiden, harus mengubah pasal 7 UUD karena bisa dilakukan jika presiden melanggar hukum. Kemudian pasal 24c juga harus diubah, karena saat ini pemberhentian presiden harus melalui pendapat MK.

Ia pun kembali mempertanyakan, apabila PPHN dalam implementasinya tak bisa memberhentikan presiden, kemudian apa gunanya. Sebab dahulu, GBHN merupakan alat untuk mengontrol kinerja presiden.

“Sekarang siapa tanggung jawab? Dulu presiden, dan MPR meminta pertanggungjawaban. Ini dua hal, pertama dari aspek urgensi, kemudian kedua dari aspek substansi. Keduanya tidak masuk,” katanya.

Hamdan melihat situasi tersebut agak aneh. Oleh karena itu, dia meminta jangan mengubah konstitusi secara parsial, atau tidak melihat sebagai satu sistem yang utuh. “Rusak negara ini jadinya,” tutur Hamdan.

sumber: viva.co.id

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button