Langkah Tepat Raih Manfaat Besar dari Al-Qur’an
Sesungguhnya ayat 36 di atas mengingatkan kita kembali pada kaum yang sebelumnya telah dibinasakan. Mereka adalah kaum dengan peradaban yang jauh lebih hebat dari peradaban hari ini. Mereka memiliki teknologi yang lebih natural tetapi tepat guna dan secara fisik, mereka lebih perkasa dan Tangguh. Namun demikian, mereka tidak dapat menghindar dari azab Allah Ta’ala manakala mengingkari Allah dan membangkang dari perintah-Nya.
Insyaallah, bangsa ini akan menjadi bangsa yang besar dan diakui martabatnya oleh dunia karena bangsa ini memiliki modal Islam. Hanya tinggal selangkah lagi yaitu menjadikan Islam sebagai pedoman hidup dalam keseharian berbangsa dan bernegara.
Sekarang bagaimana caranya menurut ayat ini? Yaitu dengan menjadi manusia-manusia yang kalbunya hidup, telinganya mendengar dan dalam kondisi yang sadar meyakini bahwa apa yang Allah Azza wa Jalla sampaikan di dalam Al-Qur’an adalah benar.
Yang menurunkan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup manusia adalah Allah Azza wa Jalla. Dengan demikian, disaat kita sedang membaca atau mengaji Al-Qur’an maka kita harus yakin bahwa Allah-lah yang sedang berbicara kepada kita. Allah-lah yang sedang memberikan Al-Qur’an kepada kita. Al-Qur’an adalah kalamullah.
Oleh karena itu, subjek yang menurunkan Al-Qur’an adalah Allah Ta’ala. Yang sedang kita dengar perintahnya adalah Allah. Yang sedang disampaikan-Nya adalah poin-poin penting yang sangat kita perlukan untuk menjalani hidup.
Orang yang menjadikan Allah sebagai subjek ini, biasanya tidak bermain-main dengan momen membaca Al-Qur’an. Dia biasanya berwudhu terlebih dahulu, memuliakan Allah, dan duduk dengan cara duduk beribadah. Membaca ta’awudz dan membaca basmallah. Tiap huruf Al-Qur’an diberi haknya berupa tahsin dan tajwid. Bila tidak memahami, maka dia akan segera mangambil tafsir atau bertanya kepada orang yang berilmu. Lalu ia jadikan apa yang dipahaminya saat itu sebagai panduan untuk beramal dan bertindak dalam kehidupannya. Inilah yang dikatakan bahwa Al-Qur’an dijadikan sebagai subjek karena Allah-lah yang berbicara didalamnya.
Yang kedua, sadarilah bahwa Al-Qur’an bertujuan mempengaruhi hati kita. Oleh karena itu, kita harus sadar betul bahwa yang ingin dituju oleh Al-Qur’an adalah hati kita. Bukan lisan, tenggorokan bahkan bukan pula otak kita. Membaca Al-Qur’an itu harus menghadirkan kalbu. Ya, kalbu yang hidup. Bukan kalbu yang lalai, bukan kalbu yang sekarat, bukan kalbu yang sakit; apalagi kalbu yang telah mati. Karena itu, bisa jadi, banyak orang yang bisa membaca Al-Qur’an, tetapi sangat sedikit orang yang menerima pengaruh Al-Qur’an karena hatinya lalai.
Sesungguhnya ini adalah Al-Qur’an yang mulia. Peringatan Al-Qur’an hanya dapat tersambung pada kalbu yang hidup. Kalbu yang sadar bahwa ia sedang berhadapan dengan Allah dan kalamullah. Menurut Ibnu Qayyim, orang yang memiliki kalbu yang hidup ini sudah menyadari bahwa Al-Qur’an itu adalah yang hak. Jadi, bila ia sedang membaca Al-Qur’an maka sebenarnya ia tinggal membenarkan saja.
Bagi kita yang belum sampai pada level ini, maka fokus ketika membaca Al-Qur’an adalah metode yang paling efektif. Ini akan memudahkan Al-Qur’an meresap ke dalam hati. Jangan sampai mulut kita membaca Al-Qur’an, tetapi entah apa yang disimak dalam pendengaran kita.