Lawan Terberat Jokowi Adalah Jokowi
Jika dulu ada guyonan ”I dont read, what I sign,” alias saya tidak pernah baca, apa yang saya tandatangani. Sekarang guyonan itu kelihatannya harus diubah “I dont know, what I say.” Jokowi tidak pernah tahu, apa yang dia ucapkan.
I dont read what I sign menggambarkan betapa banyak sekali kebijakan-kebijakan yang ditandatangani Jokowi, hanya dalam waktu sekejap diubah, atau dibatalkan.
Yang paling menghebohkan belum lama berselang adalah pembatalan pembebasan Ustad Abubakar Ba’asyir dan pemberian remisi kepada Prabangsa, seorang mantan kader PDIP yang menjadi otak pembunuhan wartawan di Bali.
Pelantikan Letjen TNI Doni Monardo sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga ditunda, padahal undangan sudah disebarkan. Belakangan diketahui posisi tersebut tidak boleh dijabat oleh seorang perwira TNI aktif. UU dan peraturannya harus diubah terlebih dahulu, barulah Doni bisa dilantik.
Masih banyak contoh lain soal keputusan presiden yang dibatalkan hanya dalam hitungan hari, bahkan jam. Mulai dari kenaikan harga premium, dan yang paling sensasional adalah pengangkatan Archandra Thahar seorang WN Amerika Serikat menjadi Menteri ESDM.
Sekarang dengan menantang Prabowo membuktikan adanya dana parkir di luar negeri sebesar Rp11.000 triliun. Jokowi sebenarnya sedang menantang dirinya sendiri.
Prabowo tinggal mudah membalikkannya. Dia bisa menggunakan jurus yang selalu digunakan Jokowi bila terpojok. “Kalau ada bukti —bahwa Jokowi tidak pernah bicara seperti itu— tolong laporkan ke saya. Saya tunggu sekarang! “
Kali ini sangat sulit bagi Jokowi untuk berkelit. Jejak digitalnya bertebaran dimana-mana. Para netizen dan media seakan berlomba menunjukkan data dan fakta, bahwa benar Jokowi pernah menyampaikan hal itu. Mengapa pula sekarang dia begitu berani menantang Prabowo untuk membuktikan.