Liberalisasi BUMN Mengokohkan Neoimperalisme
74 tahun Indonesia merdeka ternyata tidak mampu mengantarkan negeri ini berdaulat secara ekonomi. Ekonomi kerakyatan yang digagas oleh para bapak bangsa ternyata hanya lips service belaka. Ekonomi pro rakyat nyatanya telah tergerus arus neoliberalisme ala Kapitalisme global. Alhasil ekonomi negara terjerat arus liberalisasi yang digagas Barat.
Aroma liberalisasi pun kian menyengat dalam tubuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebagaimana diberitakan cnnindonesia.com, 2/8/2019, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan peranan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dominan di dalam perekonomian bisa menghambat masuknya investasi asing. Sebab, investor asing dipandang tak akan mau membawa aliran investasi ke Indonesia jika lingkungan bisnis tidak kompetitif.
Menkeu jelas mengritik dominasi BUMN khususnya dalam proyek infrastruktur. Untuk itu nilai investasi BUMN dalam proyek infrastruktur harus dibatasi. Agar iklim investasi semakin kompetitif. Sehingga investor asing mau menanamkan modalnya. Dengan demikian target pertumbuhan investasi di Indonesia dapat tumbuh hingga 8%, bahkan diharapkan mencapai double digit. (suara.com, 2/8/2019).
Fakta berbicara, sejak awal pembentukan BUMN seolah di-setting sebagai alat liberalisasi. Kini, menghapus dominasi BUMN dan menyerahkan seluruh urusan publik kepada asing dan swasta, semakin menguatkan bukti. Bahwa rezim perupaya menyempurnakan proyek liberalisasi. Di mana negara melepaskan tanggung jawab dalam mengurus berbagai proyek strategis milik negara dan rakyat.
Sinyal liberalisasi BUMN ini jelas sudah tampak jauh-jauh hari. Tahun 1997, kesepakatan antara pemerintah dan Dana Moneter Internasional (IMF) menjadikan BUMN sasaran privatisasi dengan alasan menambal defisit anggaran hingga efisiensi. Kerjasama ini memang sudah berakhir pada 2004. Sayangnya hingga kini arus liberalisasi terus deras mengalir.
Kini, permintaan Menkeu, Sri Mulyani, semakin menguatkan bukti. Bahwa para pejabat dan pembuat kebijakan di negeri ini lebih semangat mengutamakan liberalisasi daripada memperkuat BUMN. Padahal sejatinya pemerintah secara tidak sadar melepaskan tanggung jawab dan kepemilikan BUMN ke tangan asing. Pemerintah pun terancam kehilangan kontrol terhadap BUMN yang notabene aset negara dan rakyat.
Liberalisasi tidak hanya menjadi ancaman lepasnya kontrol terhadap BUMN. Tapi juga mengancam kedaulatan dan ketahanan negara. Arus investasi (baca utang) asing yang masuk sebab liberalisasi ekonomi berujung pada ketergantungan pemerintah terhadap asing. Tergantungnya pemerintah terhadap asing menjadikan negara mudah didikte bahkan dikontrol asing. Tak heran investasi menjadi alat para kapitalis menancapkan hegemoninya atas negeri-negeri Muslim.
Liberalisasi BUMN yang dianggap sebagai solusi, justru semakin mengokohkan neoimperalisme ala Kapitalisme global. Penjajahan gaya baru di mana negara yang dijajah dibuat tidak berdaya dan tergantung secara ekonomi. Dominasi asing terhadap sektor ekonomi dalam Kapitalisme menjadi jalan bagi asing untuk mendominasi sektor lainnya. Alhasil bentuk penjajahan baru semakin kokoh atas negeri ini.
Liberalisasi jelas tidak akan terjadi, jika negeri ini dikelola dengan aturan Islam. Dalam Islam, negara bertanggung jawab penuh terhadap proyek-proyek pengelolaan sektor strategis atau layanan publik. Negeri berdaya dan berdirikari sebab diimbangin dengan tata kelola kekayaan SDA yang baik dan benar. Semata-mata dikelola dan didistribusikan untuk kepentingan rakyat. Termasuk untuk mendanai proyek-proyek strategis dan pelayanan publik.
Pihak asing dan swasta dapat saja ikut dilibatkan. Namun, hanya dalam aspek teknis saja. Itupun dengan catatan, jika diperlukan dan dipastikan tidak akan merugikan kepentingan rakyat dan negara. Selain itu, tetap menjadi tanggung jawab penuh negara.
Jelas. Liberalisasi wajib ditolak. Karena sejatinya kekayaan dan aset negara adalah milik rakyat dan harus dikelola untuk kepentingan rakyat. Di satu sisi membiarkan liberalisasi menjerat negeri, sama saja membuka pintu selebar-lebarnya bagi segala bentuk neoimperialisme atas negeri ini. Andai liberalisasi terus dibiarkan atas negeri ini. Sungguh, malu kita teriak merdeka! Wallahu a’lam.
Ummu Naflah
Penulis, Muslimah Peduli Negeri