Lockdown, Kebijakan Maju Mundur Cantik
Desakan untuk segera lockdown tak terbendung lagi. Baik dari kalangan profesional dokter, pejabat, politisi, hingga kepala daerah menggema. Meminta pemerintah segera ambil keputusan lockdown.
Gebrakan berani Wali kota Tegal yang lebih dulu me-lockdown lokal wilayahnya mendapat acungan jempol dari warga.
Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono memutuskan untuk memberlakukan local lockdown dengan menutup akses masuk ke Tegal selama empat bulan. Ini berlaku mulai Senin (30/3/2020) hingga Jumat (30/3/2020). Menyusul berikutnya walikota Tasikmalaya juga diketahui melakukan local lockdown sejak muncul lima kasus positif Corona di sana. Pemberlakuan lockdown di Tasikmalaya akan dimulai Selasa (31/3/2020). Lalu ada Gubernur Papua yang sudah lebih dulu menutup akses Bandara Sentani sejak Kamis (26/3/2020) hingga 9 April mendatang.
Berdasarkan data per 29 Maret 2020, kasus positif Corona terus mengalami peningkatan. Bertambah menjadi 1.285 kasus positif, 114 meninggal, dan 64 sembuh. Angka ini sangat mengkhawatirkan. Himbauan berupa rajin cuci tangan, social distancing hingga physical distancing ternyata tak semua mematuhi dan memahami hal ini. Mungkin karena dianggap sekadar himbauan bukan kewajiban, masyarakat masih banyak yang tak mengindahkan upaya ini. Tanpa diikuti aturan tegas dan mengikat, kebebalan itu selalu berulang.
Penyemprotan cairan disinfektan di tempat-tempat publik juga sebenarnya tidak terlalu ampuh menangkal ganasnya virus Covid-19. Meski hal itu merupakan bentuk ikhtiar yang bisa dilakukan. Tak juga mengalami penurunan kasus, lalu melihat reaksi masyarakat yang berduyun-duyun pulang kampung menjadikan kepala daerah mau tidak mau bersikap tegas. Local lockdown ditetapkan demi mencegah penyebaran virus yang kian meluas. Beberapa daerah juga menetapkan jam malam dan waktu tertentu terhadap jalan protokol.
Peningkatan kasus hingga desakan dari publik tak juga menggoyahkan keputusan pemerintah untuk melakukan lockdown. Presiden menegaskan lockdown adalah kewenangan pusat. Namun, pada akhirnya keputusan lockdown parsial dan lokal malah dilakukan para kepala daerah. Wajar saja itu terjadi. Sebab, selama ini pemerintah terkesan lamban dalam memutuskan kebijakan. Meski pada akhirnya pemerintah membuka opsi lockdown dengan menyusun Peraturan Pemerintah (PP) terkait hal itu.
“Kami sedang menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah (PP) karantina kewilayahan. Besok itu akan diatur, kapan daerah itu boleh melakukan pembatasan, syaratnya, apa yang dilarang dan bagaimana prosedurnya agar ada keseragaman policy tentang itu,” ujar Menko Polhukam Mahfud MD dalam video conference di Jakarta, Jumat (27/3).
Jika PP sedang dirancang, bukankah itu terlalu lama bagi masyarakat? Mengapa tak terbitkan Perppu saja? Saya tak terlalu paham prosedur hukum. Tapi berkaca pada Perppu Ormas sebelumnya, nampaknya pandemi Corona sangat layak memenuhi kondisi yang dimaksud dengan ‘Kegentingan yang Memaksa’. Memaksa pemerintah melakukan tindakan cepat dan sigap dalam mengatasi pandemi Corona di Indonesia. Memukul satu ormas saja mengharuskan lahirnya Perppu Ormas. Mengapa tak diterapkan hal sama pada kasus Corona?
Sebaiknya Pak Jokowi keluarkan Perppu Covid-19 saja. Tidak usah bertele-tele. Korban sudah berjatuhan. Tenaga medis banyak yang tumbang. Fasilitas kesehatan juga sudah mulai kewalahan. Harus menunggu kegentingan yang bagaimana lagi?
Lockdown seharusnya menjadi opsi vital. Tentu saja negara juga harus siap memenuhi kebutuhan rakyat selama lockdown. Hal itu diatur dalam UU No. 6 Tahun 2018. Pemerintah wajib menjalankan amanat konstitusi. Lakukan lockdown segera! Tidak usah maju mundur cantik menetapkan kebijakan ini. Seakan ragu dan bimbang.
Masalah ekonomi? Tak perlu bingung. Kan pemerintah tidak pernah bingung cari dana bangun Ibu Kota Negara? Mengapa malah galau bagaimana menghidupi rakyat di kala lockdown? Potong saja gaji pejabat 50 persen. Bukankah pejabat ada karena rakyat? Bila dulu butuh suara rakyat saat pemilu, maka inilah saatnya membalas suara rakyat yang sudah memilih Anda. Berkorbanlah sejenak. Toh, tidak selamanya gaji disunat.
Anggaran untuk Ibu Kota Negara lebih baik ditangguhkan. Alokasikan untuk penanganan Corona. Sepertinya itu sudah cukup membiayai kebutuhan rakyat selama lockdown.
Jangan sampai Pemerintah terlambat sadar. Corona sekaligus adalah pembuktian. Sejauh mana cinta pemerintah kepada rakyat? Sebesar apa kepedulian pemerintah terhadap kesehatan rakyat? Ekonomi bisa dipulihkan. Namun orang mati tidak bisa dibangkitkan.
Menyesal itu datangnya belakangan. Kebijakan yang salah akan dikenang. Ekonomi negara tak akan ada arti bila sumber daya manusianya mati. Maka dari itu, beranilah! Lockdown sekarang atau negara akan shutdown.
Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban