LPPOM MUI: Harus Ada Penjelasan Resmi tentang Mandatory Sertifikasi Halal
Jakarta (SI Online) – Pada 17 Oktober 2019 mendatang, secara resmi Undang-undang No. 33 Tahun 2014 akan berlaku. Artinya lima bulan lagi, semua produk yang beredar di Indonesia, terutama makanan dan minuman, harus sudah bersertifikat halal dan memiliki label halal. Jika tidak, maka bisa disebut sebagai pelanggaran dan dapat dipidanakan.
Padahal, hingga saat ini masih banyak produk-produk yang belum bersertifikasi halal. Menurut LPPOM MUI, hingga 2018 produk yang bersertifikasi halal MUI baru mencapai 686.769 dari 55.521 perusahaan. Ini belum termasuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim menyebutkan, setidaknya di seluruh Indonesia ada 36 juta UMKM. Mengacu pada UU JPH, berarti semua UMKM itu juga harus memiliki sertifikat halal.
“Jadi pedagang nasi goreng, mie goreng, nasi kucing, bakso, itu semua harus melakukan sertifikasi halal. Kalau tidak, bagaimana tafsirnya?. Bisa disebut pelanggaran dan kena pidana. Ini kan nanti menimbulkan kegaduhan,” ungkap Lukman dalam buka bersama wartawan di kawasan Cawang, Jakarta Timur, Senin sore 27 Mei 2019.
Mengacu pada sifat mandatory sertifikasi halal dalam UU JPH, Lukman mengatakan, biaya sertifikasi itu harus ditanggung pemerintah. Sementara biaya sertifikasi untuk satu UMKM ditetapkan Rp1,5 juta, dengan 10% biaya ditanggung oleh UMKM. Dari keseluruhan jumlah UMKM setidaknya pemerintah harus menyiapkan dana kurang lebih 30 triliun. “Ini jadi masalah berikutnya. Apakah pemerintah sudah siap?”tanya dia.
Agar apada Oktober nanti tidak terjadi kegaduhan, Lukman menyarankan agar pemerintah, dalam hal ini BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) memberikan penjelasan resmi yang dapat dijadikan seluruh elemen termasuk aparat penegak hukum.
“Kalau tidak ada penjelasan resmi, nanti pedagang-pedagang makanan di pinggir jalan itu bisa kena pidana,” ingatnya.
Mengenai label halal, kata Lukman, jika sudah masuk pada 17 Oktober 2019, baiknya produk-produk yang beredar dibedakan, antara produk yang sudah bersertifikasi halal dan memiliki label halal dengan produk yang belum bersertifikasi halal.
“Produk yang belum memiliki sertifikasi halal bisa mencantumkan label bahwa produk tersebut belum halal,” kata dia.
red: shodiq ramadhan