MA Batalkan SKB Tiga Menteri, HNW: Segera Koreksi Aturan yang Ditolak Warga
Jakarta (SI Online)- Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, mengapresiasi Putusan MA yang membatalkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pria yang akrab disapa HNW itu lantas mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk segera menindaklanjuti putusan tersebut dan agar ke depannya tidak lagi membuat aturan yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI 1945.
Hal ini juga didukung oleh pernyataan Ketua Komisi X DPR-RI yang membidangi urusan pendidikan agar ketiga kementerian segera mencabut SKB tersebut pasca dikeluarkannya putusan MA.
“Harusnya dalam konteks merdeka belajar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak dalam draft/persiapan seluruh kegiatan dan aturan yang akan dibuat, sudah dilakukan dengan baik dan benar sehingga bisa menjadi contoh bagi para peserta didik,” kata HNW saat bertindak sebagai pembicara kunci Webinar Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2021 yang diselenggarakan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ahad (09/5/2021).
HNW melanjutkan, pada kondisi di mana pandemi Covid-19 menghadirkan kecemasan, jangan sampai urusan sistem pendidikan nasional menghadirkan kecemasan baru karena mengabaikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar NRI 1945.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini menjelaskan, putusan MA bahwa SKB 3 Menteri tentang seragam sekolah tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dikarenakan bertentangan dengan sejumlah aturan yang termuat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jauh sebelum itu, Hidayat juga telah menyoroti sejak awal diterbitkannya SKB tersebut bahwa tidak hanya bertentangan dengan sejumlah Undang-Undang, namun juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar NRI 1945 pasal 31 ayat (3) tentang tujuan Pendidikan Nasional yakni meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, dirinya menyayangkan Kemendikbud, Kemenag, dan Kemendagri yang tidak segera mencabut keputusan bersama tersebut hingga harus diuji dan diputuskan di MA.
HNW juga mengkritik respons Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang menyayangkan keluarnya putusan MA tersebut dengan dalih tidak mendukung keragaman. Menurutnya, keragaman di Indonesia cukup unik karena juga mempertimbangkan aspek keragaman lokalitas tiap daerah, dan hal itu sudah diatur dan diakui oleh UUD NRI 1945 sebagai bagian Bhinneka Tunggal Ika serta diikuti oleh turunan Undang-Undang di bawahnya.
Dirinya menegaskan tidak boleh ada lembaga negara khususnya yang membuat aturan menyalahi ketentuan hukum yang lebih tinggi tersebut, sebagaimana yang telah secara salah dilakukan oleh Kemendikbud, Kemenag, dan Kemenpan RB melalui SKB 3 Menteri hingga akhirnya diputuskan tidak sah oleh MA.
HNW mencatat, selain SKB 3 Menteri, ada juga beberapa aturan dan produk Kemendikbud lainnya yang harus segera dikoreksi, sebagaimana sudah dinyatakan oleh Kemendikbud sendiri pasca penolakan yg luas baik dari DPR maupun dari Muhammadiyah, NU dan masyarakat luas lainnya.
Di antaranya adalah hilangnya frasa Agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional, hilangnya frasa Iman dan Takwa kepada Tuhan YME serta pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam PP 57/2021 tentang Standar Pendidikan Nasional, dan Kamus Sejarah Indonesia yang pada jilid 1 nya (periode 1900-1950) tidak mencantumkan tokoh-tokoh Bapak Bangsa dari kalangan Umat Islam seperti KH Hasyim Asyari, KH Wahid Hasyim, KH Mas Mansur, Mr Syafrudin Prawiranegara, M Natsir dan lainnya, tapi malah banyak memasukkan tokoh-tokoh PKI seperti Semaun, Musso, Alimin, Amir Syarifuddin, DN Aidit dan lainnya.
Dengan keluarnya putusan MA tentang SKB 3 Menteri, HNW mendesak Kemendikbud segera merealisasikan janjinya untuk mengoreksi aturan-aturan dan produk-produk kontroversial di atas tanpa harus menunggu publik kembali melakukan pengujian ke MA.
“Putusan MA ini harus jadi evaluasi serius bagi Kemendikbud agar tidak lagi menerbitkan aturan yang mengabaikan aturan-aturan di atasnya. Kemendikbud jangan memaknai “Merdeka Belajar” dari Ki Hajar Dewantoro sebagai bebas merdeka semaunya sendiri membuat aturan/produk yang bertentangan dengan aturan-aturan diatasnya juga bertentangan dengan fakta sejarah, tetapi itu perlu dimaknai sebagai hadirnya kepribadian yang merdeka yang siap memperbaiki bila terjadi kesalahan,” jelas HNW.
“Oleh karena itu seharusnya Kemendikbud segera mencabut dan memperbaiki banyak aturan dan produk-produknya yang telah ditolak publik, sehingga spirit “ing ngarso sung tulodo” (di depan memberi teladan) sebagaimana semboyan Pendidikan yang diajarkan Ki Hajar Dewantoro, benar-benar diimplementasikan oleh Kemendikbud sebagai bentuk pendidikan yang paling efektif, termasuk pendidikan dalam ketaatan kepada Pancasila, UUD NRI 1945, dan pondasi negara lainnya,” pungkasnya.
red: adhila