Makna Hakiki Mencintai Nabi
“Tidak beriman seorang hamba hingga aku lebih dicintai daripada keluarganya, hartanya, dan seluruh manusia lainnya.” (Mutafaq Alaih)
Begitulah Nabi Saw mengisyaratkan pembuktian cinta yang hakiki dari setiap muslim yang sesungguhnya. Imannya seorang mukmin harus ia tunjukkan dengan mencintai Rasul Saw lebih dari siapapun di dunia.
Bulan Rabiul Awal adalah bulan yang menandai kehadiran seorang hamba terpilih. Dialah Muhammad Saw. Seorang lelaki pilihan dari bangsa Arab yang akan terus dikenang sebagai tokoh paling berpengaruh di dunia. Sejak kelahirannya, telah nampak tanda-tanda kebesaran yang mengiringinya. Ia menjadi sosok terpercaya dan berkarakter terpuji di tengah kaumnya, dengan gelar Al Amin, bahkan sebelum Allah mengutusnya menjadi Nabi.
Michael Hart, seorang penulis buku “100 Orang Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah”, telah menempatkan Nabi Muhammad Saw pada posisi pertama manusia paling berpengaruh di dunia. Pengakuannya ini menunjukkan bahwa Nabi Saw bukan saja dimuliakan oleh umat Islam namun juga menjadi sosok yang diperhitungkan oleh mereka yang notabene non muslim. Dengan akhlak yang begitu agung, wajarlah bila Nabi Saw menjadi sosok yang dikagumi siapapun, bahkan oleh musuh-musuhnya.
Makna Mencintai Nabi
Setiap bulan Maulid tiba, umat Islam memperingatinya sebagai bentuk rasa cintanya kepada Baginda Nabi Saw. Namun begitu, penting kiranya bagi setiap muslim untuk memahami apa makna cinta kepada Nabi Saw, agar rasa cinta itu terwujud dalam bentuk perilaku yang benar. Dalam berbagai ayat Allah telah menempatkan kecintaan kepada Allah beriringan dengan kecintaan kepada Rasul. Seperti dalam ayat berikut;
“Katakanlah, jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan RasulNya, dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah [9]:24).
Dari ayat tersebut, menunjukkan mahabbahnya seorang hamba kepada Allah, harus diiringi dengan cinta kepada Rasulullah Saw. Bahkan dikatakan tidak beriman seseorang jika ia tidak menempatkan rasa cinta kepada Allah dan RasulNya melebihi yang lainnya. Dalam ayat tersebut jelas juga disebutkan bahwa Allah akan mendatangkan hukuman bila itu dilakukan. Ini menunjukkan kewajiban bagi setiap mukmin untuk menjadikan kecintaan kepada Allah dan RasulNya sebagai yang utama.
Al Baidhawi menuturkan, bahwa arti cinta kepada Allah dan RasulNya adalah keinginan untuk taat. Dalam firmanNya, Allah pun telah menunjukkan makna cinta kepada Allah yang sebenarnya.
“Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu): Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian.” (QS. Ali Imron[3]: 31).
Maka bisa disimpulkan bahwa bila seorang hamba mengaku mencintai Allah maka ia semestinya mengikuti apa saja yang dibawa oleh Rasulullah Saw.
Cinta Nabi Berarti Cinta Syariat
Dari berbagai nash tersebut, maka jelaslah bahwa ketika kaum muslimin menyatakan dirinya mencintai Nabi Saw, maka harus diiringi pada kecintaan terhadap risalah yang beliau emban. Sejak beliau Saw diutus menjadi nabi dan rasul, tak pernah sekalipun beliau berlepas diri dari syariat yang Allah turunkan.
Untuk itu penting pula agar kaum muslimin memahami apa saja syariat yang dibawa oleh Nabi Saw. Dalam sejarah hidup Beliau Saw, akan kita dapati bahwa Rasulullah menyerukan agar manusia tunduk dan patuh pada apa-apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan segala apa yang dilarang Allah SWT. Segala bentuk perintah dan larangan tersebut mengatur tiga hubungan yang senantiasa mengitari hidup setiap muslim.