Makna Perjalanan Menurut Islam
Setidaknya ada 2 ayat yang menyuruh kita untuk melakukan perjalanan.
Pertama, ayat tentang berjalan menapaki bumi dengan rendah hati.
وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (QS Al Furqon ayat 63)
Kedua, ayat tentang berjalan menapaki bumi dengan penuh keangkuhan dan kesombongan.
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS Lukman ayat 18)
Bahwa seseorang yang melakukan perjalanan kemana pun dalam rangka apa pun terlebih untuk dakwah namun jiwanya penuh keangkuhan dan kesombongan yakinlah dia tak akan mendapat hikmah apa-apa dibaliknya. Kesombongan dan keangkuhan bisa karena status sosial atau pahaman yang dirasa lebih benar dari yang lain.
Adapun orang yang melakukan perjalanan dengan penuh ketawadhuan (rendah hati) maka yakinlah ia akan mendapat banyak manfaat. Orang yang berjalan dengan penuh ketawadhuan pasti setiap langkah kakinya dihiasi dengan lisan yang berzikir; tangan yang tengadah untuk memohon dan berdoa agar terlindungi dari segala mara bahaya serta berharap semoga tempat yang diinjak dan dilalui mendapat barokah dari Allah SWT.
Sedangkan orang yang berjalan dengan keangkuhan dan kesombongan. Tiap langkah kakinya dihiasi mulut yang penuh sumpah serampah, pikiran yang penuh prasangka dan jiwa yang merendahkan orang atau tempat yang dilaluinya.
Maka berjalanlah di muka bumi dan tebarkankah salam (kebaikan, kedamaian, manfaat dan maslahat) sehingga orang-orang awam pun merasa terhormat dan tersanjung dihadapan kita karena sapaan kita berkesan di mata mereka.
Namun bila kita menampakkan muka kecut, tanpa senyum, mencibir atau nyinyir, maka berapa lama kah kita dapat bertahan hidup di situ karena orang sekitar pun serta merta menolak keberadaan kita.
Inilah Islam, ajaran yang menebarkan salam. Dan semua manusia pun merasa nyaman dan terlindungi di bawah naungan Islam.
Disamping itu, perjalanan kita juga adalah bagian dari semangat “isro” (perhatikan qs 29: 20-21, qs 3: 137) maknanya melakukan survei dan penelitian tentang kehidupan manusia pun alam semesta agar kita mendapat ibroh (pelajaran mendalam) tentang beragam perilaku kehidupan serta akibat yang diperoleh mereka.
Maka berjalanlah di bumi Allah untuk sebarkan Islam (dakwah) dengan penuh kerendahan hatian dan kedamaian. Kecuali terhadap orang-orang yang zalim di antara mereka yang sudah diingatkan berkali-kali namun tiada perubahan bahkan cenderung mereka memusuhi dan menzalimi kita. Terhadap manusia semacam ini kita pun harus gelorakan hisbah dan jihad. Wallahua’lam.
Iyus Khaerunnas Malik