Makna Qital dalam Al-Qur’an (2)
5. Al An’aam 151
“Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.”
Di zaman modern ini ketakutan terhadap kemiskinan begitu merebak di dunia. Sistem riba internasional menjadikan banyak orang terjerat dengan kredit yang menumpuk. Mereka yang faham sistem riba ini memanfaatkannya untuk nafsu serakahnya menguasai harta di dunia. Jadi dunia sangat timpang. Begitu sedikit milyader dan begitu banyak orang miskin di dunia, karena sistem riba. Bila anda punya uang ratusan milyar atau trilyunan maka meski anda tiap hari tidur dan enak-enakan, tanpa kerja, anda pun tetap kaya karena bunga riba (bank).
Dengan sistem riba yang bekerja ini, maka para milyader membentuk partai, LSM, Universitas dan lain-lain. Uang yang mengendalikan dunia saat ini, bukan ilmu. Mereka yang kaya jauh lebih dihormati daripada yang miskin. Orang miskin, meski berilmu, dianggap seperti ‘sampah karena tidak bisa menghidupi dirinya sendiri’. Sistem riba (Dajjal) ini kemudian merangkul para artis untuk melampiaskan nafsu birahinya. Artis jauh lebih dihormati (dibayar jauh lebih mahal) daripada ustaz, guru atau dosen.
Baca juga: Makna Qital dalam Al-Qur’an (1)
Sistem ini mengakibatkan mereka yang jatuh miskin dan tidak bisa pinjam kemana-mana –karena pinjam ke bank harus pakai agunan- akhirnya diantara mereka ada yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Sistem riba (dan pajak) yang berlaku di dunia saat ini, mengakibatkan banyak orang menderita. Orang terjerat hutang dengan bunga menumpuk, sehingga banyak diantara mereka stress dan sebagian bunuh diri. Sistem pajak pun mengakibatkan banyak orang menderita. Bagaimana mungkin orang miskin dan kaya disamakan pajaknya? Harusnya pajak hanya dikenakan pada orang kaya, bukan semua rakyat. Orang membayar pajak dengan berat hati dan tidak ikhlash. Apalagi melihat pegawai pajak banyak yang hidupnya kaya raya.
Maka dalam Islam yang dikembangkan adalah zakat dan sedekah. Bukan riba atau pajak. Dengan zakat atau sedekah, seseorang memberikan kepada orang lain atau negara dengan ikhlash. Hatinya bahagia dan ada keoptimisan bahwa Allah akan memberikan balasan yang besar baik di dunia maupun setelah dunia (akhirat). Ia yakin firman Allah, “Bukankah kebaikan akan dibalas Allah dengan kebaikan pula?” (Ar Rahman 60)
Masyarakat yang terbentuk dari zakat dan sedekah adalah masyarakat kasih sayang. Sedangkan masyarakat yang terbentuk dari riba dan pajak adalah masyarakat yang saling iri, penuh kebencian, balas dendam dan lain-lain.
Maka Islam sangat mencela sistem riba. Al-Qur’an menyatakan, “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa. Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan salat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan).
Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (al Baqarah 275-280)
“Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan bagi mereka makanan yang baik-baik yang (dahulu) pernah dihalalkan; dan karena mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah, dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih. Tetapi orang-orang yang ilmunya mendalam di antara mereka, dan orang-orang yang beriman, mereka beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad), dan kepada (kitab-kitab) yang diturunkan sebelummu, begitu pula mereka yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat dan beriman kepada Allah dan hari kemudian. Kepada mereka akan Kami berikan pahala yang besar.” (an Nisaa’ 160-162)