Mana yang Unggul, Puasa Ala Kristen Ataukah Islam?
Pada bulan Ramadhan, situs penginjil Kristen berkedok Islam merilis artikel pemurtadan dengan tema menohok puasa Ramadhan yang sedang dijalani umat Islam. Dalam artikel “Puasa: Taat Perintah Allah Atau Mengharap Pahala?” (www.###danislam.com), mereka menyoal syariat dan hikmah puasa. Mulanya, ia menggugat ayat Al-Qur’an yang mewajibkan puasa Ramadhan sebagai kekeliruan:
“Perintah Puasa di Al-Qur’an. Mengapa orang Islam wajib puasa di bulan Ramadhan? Inilah ayatnya, “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan ke atas umat-umat yang sebelum kamu, semoga kamu menjadi orang-orang yang bertakwa.” (Qs Al-Baqarah 183).
Bila ayat di atas kita baca dengan teliti, maka timbul pertanyaan. Benarkah Allah mewajibkan umat Muslim, Yahudi, dan Nasrani untuk berpuasa sesuai ayat: “…sebagaimana telah diwajibkan ke atas umat-umat yang sebelum kamu…” Bukankah puasa Ramadhan hanya diwajibkan bagi umat Muslim?”
Itulah tulisan penginjil awam tapi nekad mengajarkan perbandingan agama. Karena awam, maka seluruh ajarannya hanya bersifat prasangka yang penuh kesalahan seperti meraba dalam gelap.
Firman Allah “kama kutiba ‘alal-ladzina min qablikum” ini menunjukkan bahwa kewajiban puasa telah dilakukan oleh orang-orang beriman sebelum Nabi Muhammad Saw, dengan syariat yang berbeda-beda.
Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi, jauh sebelumnya, Nabi Adam telah diperintahkan untuk berpuasa tidak memakan buah khuldi (Qs. Al-Baqarah 35). Maryam bunda Nabi Isa pun berpuasa hingga tidak bicara kepada siapapun (Qs. Maryam 26). Nabi Musa bersama kaumnya berpuasa empat puluh hari. Nabi Isa pun berpuasa. Nabi Daud berpuasa selang-seling (sehari berpuasa dan sehari berikutnya berbuka).
Dalam Bibel sendiri, bertebaran kisah puasa para nabi terdahulu bertaburan dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Perhatikan ayat-ayat berikut:
Puasa pada masa Nabi Musa: “Akan tetapi pada tanggal sepuluh bulan yang ketujuh itu ada hari Pendamaian; kamu harus mengadakan pertemuan kudus dan harus merendahkan diri dengan berpuasa…” (Imamat 23:27, Bilangan 29:7; bandingkan: Imamat 16:29-31, 23:32).
Nabi Daud berpuasa dengan tidak makan dan semalaman berbaring di tanah (2 Samuel 12:16). Bahkan ia bertaqarrub kepada Allah dengan puasa sampai badannya kurus: “Lututku melentuk oleh sebab berpuasa, dan badanku menjadi kurus, habis lemaknya” (Mazmur 109:24).
Nabi Yunus berpuasa selama tiga hari tiga malam dalam perut ikan (Yunus 1:17). Pada masanya, orang-orang Niniwe berpuasa selama 40 hari 40 malam dengan tidak makan, tidak minum dan tidak berbuat jahat (Yunus 3:1-10).
Orang-orang Israel pada massa Samuel berpuasa untuk bertaubat kepada Tuhan (I Samuel 7:6) dan berkabung (I Samuel 31:13; II Samuel 1:12).
Ester berpuasa selama 3 hari 3 malam tidak makan dan tidak minum (Ester 4:16); Nabi Zakharia diperintah Tuhan untuk berpuasa (Zakharia 7:5); Nehemia berpuasa ketika berkabung (Nehemia 1:4); Daniel juga berpuasa (Daniel 9:3); Yoel berpuasa bersama penduduk negerinya (Yoel 1:14).
Selain berpuasa dengan tidak makan dan tidak minum, Bibel juga mencatat puasa dengan cara lain: Nabi Ayub berpuasa 7 hari 7 malam tidak bersuara (Ayub 2:13); Puasa Elia berpuasa dengan berjalan kaki selama 40 hari 40 malam ke gunung Horeb (1 Raja-raja 19:8); Daniel berpuasa dengan hanya makan sayur dan minum air putih selama sepuluh hari (Dan 1:12).
Kitab Perjanjian Baru juga banyak mencatat amalan puasa, antara lain: Puasa Senin-Kamis setiap pekan yang dilakukan oleh orang Farisi pada masa Yesus (Lukas 18:12); Yohanes pembabtis berpuasa dengan tidak makan dan tidak minum (Matius 11:18); Hana seorang nabi perempuan tidak pernah meninggalkan ibadah puasa dalam rangka bertaqarrub kepada Tuhan (Lukas 2:36-37); Paulus berpuasa selama 3 hari 3 malam dengan cara tidak makan, tidak minum dan tidak melihat (Kisah Para Rasul 9:9); Jemaat mula-mula berpuasa untuk menguatkan Paulus dan Barnabas dalam pelayanan (Kisah Para Rasul 13:2-3); dan lain-lain.
Seharusnya, para penginjil tahu diri dan malu kepada Yesus dan Musa, karena dalam kitab Bibel sendiri mengabadikan puasa yang mereka lalukan. Bukankah Nabi Musa dan Yesus sama-sama berpuasa jasmani dan rohani selama 40 hari 40 malam nonstop? Musa berpuasa tidak makan dan tidak minum selama 40 hari 40 malam pada saat menerima Sepuluh Firman/Dasatitah (The Ten Commandments):
“Dan Musa ada di sana bersama-sama dengan Tuhan empat puluh hari empat puluh malam lamanya, tidak makan roti dan tidak minum air, dan ia menuliskan pada loh itu segala perkataan perjanjian, yakni Kesepuluh Firman” (Keluaran 34:28).
Sementara Yesus berpuasa 40 hari 40 malam hingga kelaparan pada saat dicobai iblis di padang gurun: “Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus” (Matius 4:2).
Bila memahami Bibel yang diimaninya, seharusnya para penginjil tahu diri dan malu bertanya: benarkah puasa pernah diwajibkan kepada umat-umat sebelum umat Islam?