MASAJID

Masjid Shiratal Mustaqim: Jalan yang Lurus di Tepian Mahakam Samarinda

Bermula dari seorang tokoh asal Pontianak, Kalimantan Barat, Sayyid Abdurrahman Assegaf yang datang ke Kerajaan Kutai dan memilih Samarinda sebagai tempat tinggalnya.

Tujuan Sayyid Abdurrahman datang ke daerah timur Kalimantan atau Samarinda, awalnya hanya berdagang. Namun, seiring berjalannya waktu beliau diangkat menjadi tokoh masyarakat. Bahkan karena sosoknya yang bukan hanya kaya, tetapi taat dan tekun dalam berislam, pada 1880, Sultan Kutai Aji Muhammad Sulaiman, mengangkat Sayyid Abdurrahman Assegaf sebagai tokoh adat dan agama di Samarinda. Gelar Pangeran Bendahara pun disematkan kepadanya.

Jabatan sebagai tokoh adat dan agama kemudian dimanfaatkan Sayyid Abdurrahman untuk berdakwah dan syiar Islam. Di sebuah tempat dekat Pelabuhan atau jembatan Aji arah ke hilir sebelah barat sungai Mahakam ada sebidang tanah yang pada siang hari sering dipakai untuk melakukan judi sabung ayam, dan malam harinya dijadikan tempat kemaksiatan. Melihat kenyataan itu, maka Sayyid Abdurrahman berinisiatif untuk mendirikan masjid di daerah tersebut.

Awal pembangunan masjid dilakukan pada 1881 dan pada 27 Rajab 1311 hijriah atau pada 1891 M, proses pembangunan selesai dilaksanakan. Pada tahun itu, Masjid Shiratal Mustaqim diresmikan dan imam pertama di masjid tersebut adalah Sultan Kutai Aji Muhammad Sulaiman.

Sejak awal berdirinya, dakwah Islam di Samarinda menjadi lebih kuat. Kenyataan membuat salah seorang saudagar asal Belanda, Henry Dasen tertarik mempelajari Islam dan akhirnya memeluknya. Bahkan pada 1901 Henry Dasen ikut serta dalam menyumbang hartanya untuk membangun menara masjid.

Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menjadi pusat dakwah Islam dalam bidang pendidikan. Sejak tahun 1952 hingga tahun 1972 menjadi ini mendirikan sebuah madrasah setingkat SLTP (Agama, 2022). []

Dimas Sigit Cahyokusumo, Penikmat Tasawuf dan Sejarah asal Jakarta.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button