RESONANSI

Matahari Kembar

Di China, pernah ada penampakan matahari kembar, yang saat itu oleh para ahli disebut “Sun Dog”. Tak hanya dua, bahkan sampai tujuh matahari.

Itu bukan fenomena astronomi, melainkan hanya ilusi optik. Terjadi karena cahaya matahari dibiaskan oleh kristal es di atmosfer. Sehingga menciptakan efek visual seperti ada “matahari tambahan” di sekitar matahari asli.

Di sini, Indonesia, saat ini, pun muncul matahari kembar. Itu pun disebut hanya ilusi, oleh sebagian pengamat. Ilusi politik. Untuk rame-ramean. Untuk seru-seruan. Biar rakyat terhibur. Di tengah harga kelapa yang ganti harga –tak sekadar naik, sementara menterinya nggak bisa ngapa-ngapain, nggak mampu membereskan.

Di tengah badai PHK, tak hanya oleh pabrik, bahkan perusahaan media, sehingga ribuan hingga jutaan rakyat menganggur, tak punya pekerjaan, terancam tak bisa belanja dan keluarganya lapar, kecuali nekat menjual barang-barangnya dan asetnya. Di tengah makin arogan dan tamaknya mafia tanah, yang merampas hak-hak dan tanah-tanah rakyat seenaknya, sementara pemerintahnya tak berkutik, diam saja. Di tengah semakin gagah dan garangnya ormas, melebihi aparat pertahanan dan keamanan, hingga ketuanya bisa maki-maki jenderal. Rakyat diberi hiburan norak, dengan kondisi negeri yang Mempertentangkan Prabowo dengan Jokowi.

Saat Prabowo baru saja bertemu Megawati. Beritanya laku dibaca dan ditonton. Pengamat politik laris ditanggap di stasiun TV. Provokator pun sibuk membuat skenario kudeta, yang tampak tak masuk akal itu. Yang satu lagi, provokator pendukung –silahkan disebut buzzer— yang mungkin lebih tepatnya disebut pencari proyek, ramai klarifikasi dan mengajak membangun negeri, sementara mereka sendiri membangun pundi-pundi kekayaan untuk diri sendiri dan keluarganya.

Keduanya, para provokator yang ngaku pengamat dan politisi itu, ramai sekali debat di TV di media -yang masih bertahan berdiri. Saling serang, saling tunjuk, bahkan saling maki-maki.

Negeri ini, saat ini, memang hobi sekali maki-maki. Di sosial media, di kanal-kanal podcast. Semuanya berhamburan tak terbendung. Bikin jijik. Bahkan dari mulut pemilik podcast paling gede yang berlabel Staf Khusus Menteri pun, makian itu sering meluncur deras, tak ada filter yang menegur dan memberi sanksi. Tak ada hukum dan Undang-undang untuk mereka.

Sementara, media dan wartawan, yang setiap menyampaikan informasi dipantau undang-undang beserta perangkat-perangkatnya bernama Dewan Pers, terikat Kode Etik beserta hukum-hukumnya, malah diamputasi, mulut-mulutnya dilakban. Dibiarkan mati berdiri: bangkrut, tutup operasi.

Kembali ke soal matahari kembar di China. Yang satu ini bukan ilusi. Pada Januari 2025, mereka berhasil membuat matahari buatan dengan rekor durasi nyala terlama: hampir 18 menit. Mengalahkan rekor 2022: 17 menit. Rekor itu dibuat oleh lembaga dari Akademi Ilmu Pengetahuan China (CAS).

Matahari buatan yang cuman ‘terbit’ dan bersinar 18 menit itu, kemudian begitu diagung-agungkan. Disebut; luar biasa, pemecah rekor, teknologi masa depan, kecerdasan mutakhir, kemenangan ilmu pengetahuan. Sementara, Matahari yang kita nikmati gratis-tis-tis, tanpa diminta, tanpa di-remote, tanpa di-ON/OFF, tanpa dikenain PPN dan pajak-pajak lainnya, yang terbit, ‘nyala’ dan bersinar terang, lalu redup sendiri di sore hari, secara otomatis, sepanjang hidup kalian, sepanjang hidup manusia, sepanjang masih adanya bumi tempat kalian tinggal, tak pernah kalian puji. Justru, malah sering kalian maki-maki dan kalian salah-salahkan. Songong!

Jujur saja, sampai saat ini, aku masih nunggu ada yang maki-maki kedua matahari kembar di Indonesia itu, saat ini. Maki-maki aja keduanya. Wakili kami, rakyat ini, biar lega.

Sebenarnya rakyat sudah muak sih. Dengan ulah para politisi itu, para penguasa dan mantan-mantannya itu. Sampai pada kondisi terserah mau ngapain. Apatis level puncak. Muak sampai titik didih. Meski masih sedikit berharap, matahari cukup satu saja. Yang nyenengin rakyat. Bukan karena joget atau yang hobi kaget. Matahari yang kalau terbit dan bersinar selalu senyum dan tertawa bahagia bersama rakyat. Seperti matahari Teletubbies. []

Nadeem, Kolumnis, Pemerhati Matahari di Siang Bolong.

Artikel Terkait

Back to top button