Mati Suri Pendidikan Tinggi
Pendidikan berkualitas adalah dambaan setiap manusia. Apalagi jika hal itu didukung oleh negara dengan berbagai fasilitas dan kemudahannya. Outputnya adalah manusia baru, buah dari pendidikan tadi. Maka semakin baik asupan ilmu yang diberikan kepada anak-anak bangsa, semakin bagus pula hasilnya. Niscaya negara pun akan panen raya, memetik buah berharga bagi pembangunan.
Namun yang terjadi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Masyarakat mengadukan banyak hal sehingga pemerintah turun tangan menertibkan praktik pengajaran di beberapa perguruan tinggi. Terdapat 23 kampus yang dicabut Izin operasionalnya karena perguruan tinggi tersebut sudah tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi. (Kompas.com, 4-6-2023)
Diduga kuat mereka melaksanakan pembelajaran fiktif, praktik jual beli ijazah, penyimpangan pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K), serta adanya perselisihan badan penyelenggara sehingga pembelajaran tidak kondusif. Jika hal ini dibiarkan, maka tidak akan muncul generasi pemimpin harapan bangsa.
Kapitalisme Meniscayakan Pelanggaran
Miris, swastanisasi pendidikan terjadi tatkala masyarakat membutuhkan pendidikan tinggi, sementara pemerintah tidak mampu menyelenggarakannya. Akibatnya muncul berbagai perguruan tinggi dan lembaga pendidikan yang tidak kompeten. Pindah-pindah ruko karena status perguruan tinggi yang tak jelas, menjerat para mahasiswa dari kalangan tak mampu yang hanya memiliki uang seadanya.
Ada pula modus lain perguruan tinggi jenis ini yaitu dengan mengakali masyarakat. Karena gelar akademik adalah prestise, maka perguruan tinggi menyesuaikan dengan tuntutan masyarakat yang masih memandang tinggi kepada pemilik gelar pendidikan tertentu. Agar terpandang di tengah masyarakat, maka berbagai cara tak lazim pun akan ditempuh untuk selembar ijazah palsu.
Hal seperti ini wajar terjadi dalam alam yang dilingkupi kapitalisme. Orientasi terhadap materi, menjadi faktor utama arah pandang aktivitas manusia. Dengan menegasikan peran Allah SWT, sistem ini tumbuh subur tanpa sandaran nilai halal dan haram. Alhasil manusia menerabas kaidah kebaikan, dan menghasilkan banyak kerusakan.
Pendidikan yang berbasis kapitalisme sulit menghasilkan generasi berkarakter baik. Sebab asas sekularisme yang mendasari, menjadikan para siswa pun berorientasi pada materi, sebagaimana ide dasar pendidikan tadi. Tidak lagi mengindahkan aturan Allah. Maka sangat jauh panggang dari api tatkala ingin membentuk mereka menjadi hamba Allah yang taat, sebagaimana visi misi penciptaan.
Indikator lemahnya sistem pendidikan kapitalisme-sekularisme, tampak pada fakta yang berkelindan di tengah masyarakat. Kini anak-anak berseragam putih merah, telah menjadi pelaku kejahatan. Artinya, pendidikan yang ada tidak mampu membentuk insan bertakwa. Hilangnya suasana keimanan membuat generasi terbawa arus kebebasan, mengikis habis karakter baik, yang sejatinya muncul pada anak-anak bangsa.
Pendidikan dalam Islam
Islam mampu menjawab kebutuhan akan pendidikan tinggi, sebab asasnya adalah Al-qur’an dan As-Sunah. Melalui pijakan syariat, tujuan pendidikan menjadi kokoh, sebab senantiasa diarahkan untuk membentuk kepribadian Islam. Dengan kurikulum yang istimewa, menghasilkan manusia yang siap mengemban tugas peradaban. Penguasa pun bertanggung jawab terhadap pemenuhan hak warganya, termasuk dalam bidang pendidikan.