Megawati, Apa yang Kau Cari?
Seperti diketahui, PDI merupakan gabungan dari sejumlah partai yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Partai Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia, dan Partai Katolik.
Berdasarkan Kongres Surabaya 1993, Megawati adalah Ketua Umum PDI periode 1993-1998. Ia adalah simbol perlawanan terhadap tekanan Orde Baru. Megawati sempat diusulkan sebagai calon presiden.
Lengsernya Soeharto pada Mei 1998 membawa angin segar. Megawati hengkang dari PDI dan mendirikan PDI Perjuangan untuk bertarung pada Pemilu 1999. Karisma Megawati membahana. PDI-P besutannya menjadi pemenang Pemilu dengan memperoleh 33,74% suara.
Pada 23 Juli 2001 Megawati dilantik menjadi Presiden kelima Indonesia menggantikan Gus Dur yang dilengserkan dalam Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Blunder Megawati
Kharisma Megawati ketika menjadi presiden justru merosot. Ia yang tadinya dipuja karena perlawanannya terhadap Orde Baru, ternyata setelah memegang pemerintahan tidak menunjukkan kualitasnya.
Ketika menjadi presiden 2001-2004 Megawati banyak melakukan blunder. Ia sering menyatakan kelelahannya menjadi presiden. Begitu pula ia banyak menjual aset-aset milik negara. Diantaranya adalah penjualan aset Indosat kepada perusahaan Temasek, Singapura.
Sebagai Ketua Umum PDIP, Megawati juga banyak disorot. Khususnya kebijakan Mega menampung aktivis-aktivis yang pro PKI.
Pada pidato HUT PDIP ke-44 (10/1/2017), Mega menyampaikan pidato yang menggemparkan. Dalam pidatonya ini, Mega menyatakan keraguannya tehadap kehidupan akhirat. Mega menyatakan, “Apa yang terjadi di penghujung tahun 2016, harus dimaknai sebagai cambuk yang mengingatkan kita terhadap pentingnya Pancasila sebagai “pendeteksi sekaligus tameng proteksi” terhadap tendensi hidupnya “ideologi tertutup”, yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Ideologi tertutup tersebut bersifat dogmatis. Ia tidak berasal dari cita-cita yang sudah hidup dari masyarakat. Ideologi tertutup tersebut hanya muncul dari suatu kelompok tertentu yang dipaksakan diterima oleh seluruh masyarakat. Mereka memaksakan kehendaknya sendiri; tidak ada dialog, apalagi demokrasi. Apa yang mereka lakukan, hanyalah kepatuhan yang lahir dari watak kekuasaan totaliter, dan dijalankan dengan cara-cara totaliter pula. Bagi mereka, teror dan propaganda adalah jalan kunci tercapainya kekuasaan. Syarat mutlak hidupnya ideologi tertutup adalah lahirnya aturan-aturan hingga dilarangnya pemikiran kritis. Mereka menghendaki keseragaman dalam berpikir dan bertindak, dengan memaksakan kehendaknya. Oleh karenanya, pemahaman terhadap agama dan keyakinan sebagai bentuk kesosialan pun dihancurkan, bahkan dimusnahkan. Selain itu, demokrasi dan keberagaman dalam ideologi tertutup tidak ditolelir karena kepatuhan total masyarakat menjadi tujuan. Tidak hanya itu, mereka benar-benar anti kebhinekaaan. Itulah yang muncul dengan berbagai persoalan SARA akhir-akhir ini. Di sisi lain, para pemimpin yang menganut ideologi tertutup pun memosisikan dirinya sebagai pembawa “self fulfilling prophecy”, para peramal masa depan. Mereka dengan fasih meramalkan yang akan pasti terjadi di masa yang akan datang, termasuk dalam kehidupan setelah dunia fana, yang notabene mereka sendiri belum pernah melihatnya.”
Kini, dalam pemerintahan Jokowi yang kedua (2019-2024), Megawati adalah salah satu tokoh yang didengarkan presiden. Mulai dari peranannya dalam pembentukan BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila), pengangkatan Budi Gunawan sebagai Kepala BIN, pengangkatan Puan Maharani sebagai Ketua DPR, dan termasuk pencalonan Jokowi sendiri sebagai calon presiden.
Megawati juga sudah ancang-ancang untuk pemilihan presiden 2024. Ia kini berakrab ria dengan Prabowo Subianto, Ketua Umum Gerindra. Banyak pengamat politik yang meramal Mega ingin menyandingkan Prabowo-Puan untuk pemilu 2024 nanti.
Waktu masih sekitar tiga tahun lagi. Banyak perubahan dan peristiwa politik yang akan terjadi di masa depan. Akankah Megawati atau PDIP akan memainkan peranan politik dominan lagi di 2024 nanti? Waktu akan menjawabnya.
Sebagai umat Islam, kita berharap bukan PDIP sebagai pemenangnya. Selama pemerintahan Jokowi ini umat Islam lebih banyak menderita daripada bersuka cita. Banyak aktivis Islam yang dipenjara, tuduhan radikal dan intoleran kepada umat Islam, sekulerisasi di kampus digencarkan dan seterusnya. Wallahu azizun hakim. []
Nuim Hidayat, Penulis Buku “Agar Umat Islam Meraih Kemuliaan”.