Memaknai Toleransi
Seperti menerima pernikahan beda agama, sebagai wujud toleransi. Penggunaan kata kafir yang tidak diperkenankan terhadap kaum non muslim, Juga soalan LGBT yang perlu diberi ruang dan diterima oleh masyarakat. Tidak mengherankan jika penyikapan Paus Fransiskus pada kaum pelangi sangat terbuka. Ia bahkan mengizinkan Gereja memberkati pasangan LGBT (cnbcindonesia.com, 19/12/23).
Selain itu, moderasi beragama menganggap bahwa ajaran Islam tentang qisas dan jihad sebagai ajaran yang perlu direvisi karna dianggap mengajarkan kekerasan. Padahal hukum qisas dibenarkan dalam Al-Qur’an maupun sunnah sebagai sanksi bagi pelaku maksiat.
Adapun jihad fii sabilillah merupakan syariat Islam yang diperintahkan Allah Swt untuk menghilangkan rintangan fisik dalam menyampaikan dakwah kepada rakyat sipil atas pemerintahan kufur.
Alhasil pengarusan moderasi beragama berdampak negatif bagi kaum muslim, banyak diantara kaum muslim yang jauh dari pemahaman Islam yang sesungguhnya. Moderasi beragama juga melahirkan kesalahpahaman dan ketakutan untuk belajar Islam lebih dalam dengan dalih agar tidak ekstrem dan radikal. Akibatnya, kaum muslim mudah dijajah dan tidak punya kewibawaan dihadapan kaum kafir karna bersikap terbuka dalam menerima ide-ide mereka.
Toleransi dalam Islam
Jauh sebelum ide moderasi beragama, Islam telah lebih dulu mengajarkan kaum muslim untuk bertoleransi kepada umat beragama lain. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al Kafirun ayat 6,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Toleransi dalam Islam diartikan sikap menghormati, menghargai dan membiarkan umat beragama lain bebas dalam menjalankan ritual agamanya tanpa memaksa kaum muslim untuk ikut terjun dalam peribadatan mereka.
Berbeda sekali dengan moderasi beragama yang menilai bahwa toleran terhadap penganut agama lain ialah dengan ikut mengucapkan dan berkontribusi dalam perayaan agama tertentu.
Jelas sikap seperti ini bertentangan dengan Islam dan hukumnya haram. Ide moderasi beragama haruslah dicampakkan, kaum muslim wajib kembali pada pemahaman Islam kaffah agar memiliki pemahaman yang benar dan memiliki identitas muslim sejati.
Sejarah telah mencatat beberapa peristiwa toleransi antar umat beragama berabad-abad yang lalu.
Pada masa Rasulullah Saw, beliau membuat piagam Madinah yang berisikan poin-poin toleransi kepada kaum Yahudi seperti saling menghormati, saling melindungi dan tidak saling menyakiti.
Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab ra., Seorang nenek Yahudi dari Mesir datang ke Madinah untuk mengadukan kezaliman yang dialaminya. Ia mengadu pada Khalifah Umar bahwa tanah dan rumahnya mengalami penggusuran untuk pembangunan masjid. Khalifah Umar kemudian memberikan peringatan keras kepada Amr bin ash yang menjabat sebagai Amir Mesir pada saat itu.