NUIM HIDAYAT

Memang Kita Sudah Merdeka?

Setiap tahun kita memperingati kemerdekaan 17 Agustus 1945. Di Istana dan di kampung-kampung kemerdekaan itu dirayakan. Pertanyaannya, benarkah kita telah merdeka?

Jawabannya tentu saja sudah. Merdeka dari penjajahan Portugis, Belanda, Jepang dan Sekutu. Tapi merdeka 100 persen, sesuai dengan pembukaan UUD 1945 belum. Penjajahan dari bangsa asing, memang telah dilenyapkan. Penjajahan dari bangsa sendiri, dari para pemimpin yang zalim atau curang, masih berlangsung. Cita-cita kemerdekaan untuk menuju masyarakat adil dan makmur masih jauh.

Kekayaan negara masih banyak dinikmati para pejabat. Jumlah orang miskin masih 24 juta (menurut BPS), masih 171 juta menurut Bank Dunia.

Dalam bukunya Madilog, tokoh kemerdekaan Tan Malaka menulis, “Merdeka 100% ialah kemerdekaan politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan bagi seluruh rakyat, bukan hanya segolongan.”

Tokoh islam Mohammad Natsir menegaskan, “Kemerdekaan tanpa moral akan melahirkan anarki. Kemerdekaan yang benar ialah kemerdekaan yang dipimpin oleh nilai-nilai agama.”

Sedangkan tokoh proklamasi Mohammad Hatta menyatakan kemerdekaan hanyalah pintu untuk membangun masyarakat baru yang adil, makmur, dan sejahtera.

Kini para pejabat mulai dari pusat sampai daerah, banyak yang tidak serius mengurus rakyatnya. Mereka banyak yang kongkalikong dengan pengusaha untuk aji mumpung ketika menjabat. Mereka kebanyakan menumpuk kekayaan untuk keluarga dan partainya. Sementara masyarakat di daerahnya, kemakmurannya tidak diperhatikan sungguh-sungguh.

Maka jangan heran banyak kepala daerah atau anggota DPRD (dan DPR) yang terjerat KPK. Sejak 2004 sampai 2023, kepala daerah yang ditangkap adalah 161 wali kota/bupati dan 24 gubernur. Sedangkan anggota DPR/DPRD yang ditangkap KPK sebanyak 385 orang (antara tahun 2004 hingga 2024).

Bukan hanya kepala daerah, presiden juga ‘tidak serius’ dalam mengurus rakyatnya. Presiden masih mementingkan partai dan orang-orang terdekatnya dalam mengelola keuangan negara.

Baca juga: Heran, Prabowo Beri Kemewahan kepada Para Wakil Menteri

Maka melihat kondisi riil masyarakat kita saat ini, tujuan kemerdekaan masih jauh panggang dari api.

Herannya para pejabat kita sekarang membuat peringatan kemerdekaan dengan simbol-simbol untuk menutupi ‘akhlaknya yang buruk’ dalam mengatur negara atau daerahnya. Seperti pemasangan bendera sejak 1 Agustus, menyanyi Indonesia Raya tiap jam 10 pagi dan lain-lainnya.

Nasionalisme itu bukan pasang bendera atau menyanyikan lagu Indonesia Raya tiap hari. Nasionalisme itu adalah bagaimana upaya seluruh masyarakat Indonesia, terutama para pemimpinnya, untuk bersungguh-sungguh memakmurkan rakyatnya. Nasionalisme adalah ketika para pemimpin lebih mendahulukan kepentingan rakyat daripada pribadinya/keluarga/partainya.

Makanya, tokoh besar Islam Mohammad Natsir menegaskan, “Kemerdekaan tanpa moral akan melahirkan anarki. Kemerdekaan yang benar ialah kemerdekaan yang dipimpin oleh nilai-nilai agama.”

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button