Meminta Maaf atau Memaafkan?
Pada suatu hari, Rasulullah Saw sedang berkumpul dengan para sahabatnya. Di tengah perbincangan dengan para sahabat, tiba-tiba beliau tertawa ringan sampai terlihat gigi depannya.
Umar bin Khattab yang berada di situ, bertanya, “Apa yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah?”
Rasulullah Saw menjawab, “Aku diberitahu malaikat, bahwa pada hari kiamat nanti, ada dua orang yang duduk bersimpuh sambil menundukkan kepala di hadapan Allah.”
Salah seorang mengadu kepada Allah sambil berkata, “Ya Rabb, ambilkan kebaikan dari orang ini untukku karena dulu ia pernah berbuat zalim kepadaku.” Allah berfirman, “Bagaimana mungkin Aku mengambil kebaikan saudaramu ini, karena tidak ada kebaikan di dalam dirinya sedikitpun?”
Orang itu berkata, “Ya Rabb, kalau begitu, biarlah dosa-dosaku dipikul olehnya.”
Sampai di sini, mata Rasulullah Saw berkaca-kaca. Rasulullah tidak mampu menahan tetesan airmatanya. Beliau menangis. Lalu, beliau Rasulullah berkata, “Hari itu adalah hari yang begitu mencekam, di mana setiap manusia ingin agar ada orang lain yang memikul dosa-dosa nya.”
Rasulullah Saw melanjutkan kisahnya.
Lalu Allah berkata kepada orang yang mengadu tadi, “Sekarang angkat kepalamu.”
Orang itu mengangkat kepalanya, lalu ia berkata, “Ya Rabb, aku melihat di depanku ada istana-istana yang terbuat dari emas, dengan puri dan singgasananya yang terbuat dari emas dan perak bertatahkan intan berlian. Istana-istana itu untuk Nabi yang mana, ya Rabb? Untuk orang shiddiq yang mana, ya Rabb? Untuk Syuhada yang mana, ya Rabb?”
Allah berfirman, “Istana itu diberikan kepada orang yang mampu membayar harganya.” Orang itu berkata, “Siapakah yang mampu membayar harganya, ya Rabb?” Allah berfirman, “Engkau pun mampu membayar harganya.” Orang itu terheran-heran, sambil berkata, “Dengan cara apa aku membayarnya, ya Rabb?”
Allah berfirman, “Caranya engkau maafkan saudaramu yang duduk di sebelahmu, yang kau adukan kezalimannya kepada-Ku.”
Orang itu berkata, “Ya Rabb, kini aku memaafkannya.”