Mempersatukan Umat (2)
Perbedaan Pendapat dalam Kejujuran
Manusia adalah hayawanun natiq, hewan yang berpikir, berakal. Maka selama terbuka kesempatan untuk berpikir, maka tetap ada kemungkinan berbeda paham dalam kejujuran (honest differences of opinion) sebagai hasil daripada berpikir dan berijtihad, bukanlah suatu hal yang ditakuti.
Semata-mata perbedaan pendapat yang demikian sifatnya, bukanlah sumber tafarruq. Itu merupakan pendorong untuk mengasah otak dan meninggikan mutu berpikir, mutu kecerdasan umat.
Tafarruq timbul apabila perbedaan pendapat ditunggangi oleh hawa nafsu pada pihak-pihak yang bersangkutan sama-sama tidak tahu ke mana “tempat pulang”, yaitu tempat memulangkan persoalan, bila tidak diperoleh persetujuan. Padahal Allah SWT berfirman:
فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ
“Maka apabila kamu berbantahan dalam sesuatu perkara, kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul.” (QS. An-Nisa: 59).
Di kalangan mereka yang kekaburan wijhah itu, bila ada perbedaan pendapat, yang terjadi bukanlah musyawarah, bukan pertukaran hujjah bi ‘l-lati hiya ahsan untuk mencari kebenaran.
Yang timbul ialah pertengkaran, saling cap-mencap tanabuz bi ‘l-alqab, saling ejek-mengejek, untuk mencari kemenangan “pengaruh” pribadi atau golongan. Dan yang menyebabkan tafarruq bukanlah semata-mata perbedaan paham dan pendapat. [BERSAMBUNG]
Sumber: M. Natsir. Mempersatukan Ummat, Jakarta: CV Samudera, 1983.