Memuliakan Ibu dengan Syariah
Dalam urusan ibadah, para ibu juga memiliki hak untuk dapat menjalankan ajaran Islam secara kaffah dan bebas dari segala tekanan. Dengan segala keistimewaannya sebagai wanita yang memiliki kodrat mengandung, melahirkan dan menyusui, ibu mendapatkan berbagai keringanan (rukhsah) terkait pelaksanaan kewajibannya sebagai muslimah. Ada masa haid setiap bulannya, ada masa nifas pasca melahirkan. Semua itu tidak menghapus kewajiban dan hak untuk menjalankan ibadah kepada Allah.
Pun demikian halnya dalam aktivitas politik dan dakwah, kaum ibu juga memiliki hak dan kewajiban untuk terlibat di dalamnya. Melakukan kegiatan amar ma’ruf nahi munkar di tengah sistem kufur saat ini. Melakukan penyadaran dan pembinaan kepada umat agar memahami Islam dengan baik. Mengajak umat agar kembali kepada Islam dan menerapkannya secara kaffah. Berdakwah di tengah masyarakat sesuai dengan kapasitasnya masing-masing dan tetap dalam koridor syariah. Bergabung dalam partai politik yang menyerukan diterapkannya syariah, memilih khalifah, atau menjadi anggota majelis umat boleh dilakukan para ibu. Namun, tetap untuk urusan yang berkaitan dengan pemerintahan dan kekuasaan tidak boleh dijabat oleh perempuan.
Jadi, dalam Islam kaum Ibu jelas posisi dan kedudukannya. Ibu ditempatkan pada posisi yang mulia. Dilindungi kehormatan, akal, jiwa, agama dan keamanannya. Lahir batinnya terlindungi. Inilah puncak kebahagian dan kemuliaan hakiki bagi kaum ibu: menjadi tonggak peradaban! Melahirkan dan mempersiapkan generasi terbaik untuk masa depan. Terhormat dan mulia di hadapan manusia dan Tuhannya. Segala urusannya diatur dan dijamin oleh syariah. Bukan untuk mengekangnya tetapi untuk memuliakannya. Hal ini tentu tidak akan terwujud dalam kubangan sekulerisme dan liberalisme.
Tidak akan ada lagi ibu yang menderita akibat ketamakan kapitalisme. Tidak akan ada lagi ibu yang menangis pilu akibat kekejaman penguasa zalim. Tak akan ada lagi ibu yang menggadaikan aqidahnya akibat jeratan kehidupan yang materialis. Tak akan ada lagi ibu yang terhinakan dalam jurang sekulerisme-liberalisme yang membiarkan manusia melakukan apa saja dengan dalih kebebasan dan HAM. Tak akan ada lagi ibu-ibu yang merasakan nelangsa perih berkepanjangan seperti para ibu di Uighur, Suriah, Palestina, Rohingya dan di negeri-negeri muslim lainnya yang tertindas oleh rezim tiran dan zalim. Sudah cukup airmata dan darah mengalir dari tubuh kaum muslim akibat ketiadaan pelindung umat.
Oleh karena itu sudah saatnya kita kembali kepada Islam, kepada syariah yang mulia. Karena memuliakan ibu tidak akan bisa dilakukan kecuali hanya dengan sistem mulia yang berasal dari zat Yang Maha Mulia, Allah SWT Pemilik Kemuliaan Sejati. Wallahu ‘alam bish-showab. []
[Naila Rahma Firdausi]