Menag Jangan Terus Resahkan Umat dengan Isu Radikalisme
Oleh karena itu, seharusnya Menag segera mengoreksi pernyataan-pernyataan dan program-program yang meresahkan umat Islam itu, dan tidak mencari celah dan alasan-alasan dengan melemparkan masalahnya ke MenPAN-RB.
Menag harusnya ingat betul bahwa Kementerian Agama didirikan tanggal 3 Januari 1946 sebagai terima kasih negara pada umat Islam yang telah rela demi keselamatan proklamasi dan NKRI dari ancaman separasi minoritas dari Indonesia Timur, maka umat Islam rela berkorban sila pertama diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Sehingga Pemerintah RI (Presiden Sukarno) memberi hadiah dengan didirikannya Kementerian Agama.
Sangat penting untuk diingat oleh Menag sehingga kebijakan yang dikeluarkan adalah kebijakan yang adil dan mencerminkan realisasi dari sejarah dan tidak malah mencurigai dan berlaku tidak adil kepada umat Islam dengan isu radikalisme, terorisme, dan sebaiknya Menag tidak lanjutkan tindakan/kebijakan tidak adil kepada umat Islam, tidak-bijakan yang bisa memecahbelah umat yang telah berjasa bagi hadir dan selamatnya NKRI dari penjajahan Asing dan pemberontakan PKI.
Tapi saya apresiasi, Menag dalam rapat kerja dengan komisi VIII, akhirnya menerima kritik keras dan penolakan dari Komisi VIII tentang pemotongan Rp 100.000 BOS per siswa yang dilakukan oleh Kemenag untuk siswa madrasah dan pesantren (yang merupakan bagian dari pemotongan anggaran pendidikan Kemenag sebesar Rp 2 Triliun), padahal sebelumnya sudah disepakati oleh Kemenag dengan Komisi VIII bahwa tidak ada potongan apa pun dari dana BOS dan itu harus diserahkan penuh kepada para siswa di bawah Kemenag yang berhak.
Alhamdulillah Kemenag bisa menerima kritik itu dan sepakat untuk mengembalikan dana pemotongan tersebut kepada para siswa yang berhak. Dan saya sampaikan agar proses pengembalian itu harus betul-betul dilakukan dengan amanah dan dilaporkan secara serius dan jujur dalam raker dengan komisi VIII. Agar komisi VIII bisa percaya bahwa dana-dana pemotongan itu sudah dikembalikan sebagaimana seharusnya, dan sebagaimana kesepakatan dengan Komisi VIII.
Begitulah seharusnya yang dilakukan Kemenag, memperhatikan kritik dan koreksi publik, serius memperbaiki dan tidak mengulangi. Agar umat dan bangsa, yang sedang terkena musibah covid-19 ini, tidak tambah resah, termasuk resah karena isu radikalisme dan terorisme terkait dengan ASN, hafidh/good-looking yang aktif di masjid, maupun sertifikasi penceramah.
Hidayat Nur Wahid
Anggota Komisi VIII DPR RI dari FPKS