Menakar Toleransi Berbalut Pluralisme di Momen Nataru
Menurut Amnesti Internasional, AS adalah pelanggar HAM terbesar di dunia. Sejak Maret 2003 ketika AS menginvasi Irak, sudah 100.000 jiwa umat Islam yang dibunuh oleh AS.
Jadi, pertanyaannya, mengapa bukan AS yang menjadi sasaran penyebaran paham pluralisme? Mengapa umat Islam yang justru dipaksa bertoleransi terhadap arogansi AS?
Bukankah AS yang sangat intoleran kepada bangsa dan umat lain, khususnya umat Islam? Bukankah tentara AS di Guantonamo (Kuba) yang membuang Al-Qur’an ke dalam WC?
Mengapa umat Islam yang justru dipaksa ramah, tersenyum, dan toleran kepada AS, padahal justru umat Islamlah yang menjadi korban hegemoni AS yang biadab, kejam, brutal, sadis, dan tak berperikemanusiaan?
Dari keempat catatan kritis terhadap pluralisme di atas, kiranya dapat dipetik suatu kesimpulan yang berharga, bahwa ide pluralisme agama wajib ditolak. Sebab ide tersebut bertentangan secara normatif dengan akidah Islam, tidak orisinal alias palsu karena tumbuh dalam setting sosio historis Barat, diimplementasikan secara inkonsisten, dan membahayakan umat Islam secara politis, karena akan membius umat agar tidak sadar telah diinjak-injak oleh hegemoni AS.
Tujuan akhir dari konsep pluralisme agama sangat mudah dibaca, yaitu agar umat Islam hancur akidahnya, sehingga hegemoni kapitalisme yang kafir atas dunia Islam semakin paripurna dan total. Karena Barat sangat memahami, bahwa akidah Islam adalah rahasia atau kunci vitalitas dan kebangkitan umat Islam.
Maka kalau tidak segera dihancurkan, umat Islam akan bisa menjadi potensi ancaman serius untuk hegemoni Barat di masa datang. Maka sebelum umat Islam bangkit, akidah Islam dalam dada mereka harus dihancurkan dan dimusnahkan, agar umat Islam takluk dan tunduk patuh sepenuh-penuhnya kepada kaum penjajah kafir. Itulah tujuan sebenarnya dari wacana pluralisme agama ini, tidak ada yang lain. []
Errita Septi Hartiti, S.Pd., Pendidik.