Menanamkan Cita-Cita Besar pada Anak Sejak dalam Kandungan

Seorang ayah pernah berkata kepada anak anaknya, “Aku telah berbuat baik kepada kalian sebelum kalian dilahirkan”. Sang anak kemudian bertanya, “Bagaimana mungkin ayah telah berbuat baik kepada kami, padahal kami belum dilahirkan?” Lantas sang ayah melanjutkan, “Karena aku telah memilihkan ibu yang baik untuk kalian.”
Dialog ayah dan anak ini mungkin sudah masyhur di telinga kita, bahwa memilihkan ibu yang baik adalah bentuk kebaikan sang ayah dan bahkan langkah yang paling awal untuk melahirkan anak yang saleh.
Saking pentingnya kehadiran seorang ibu yang baik dalam keluarga, kita bisa mengambil pelajaran penting dari Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam. Ketika Nabi Ibrahim berkunjung ke rumah nabi Ismail dan menemukan ketidakbaikan dalam istri nabi Ismail yang awal, maka nabi Ibrahim berpesan untuk mengganti istrinya. Menjadi istri lebih awal lagi perannya, istri yang tidak baik tentu tidak akan mampu menjadi ibu yang baik.
Dari kebijaksanaan inilah kemudian lahir turunan Nabi Ibrahim hingga sampai kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, keturunan yang saleh dan mengemban cita-cita mulia.
Kehidupan awal seorang anak adalah dalam kandungan ibunya. Selama sembilan bulan, bisa dikatakan hanya ibunya yang punya andil dalam mendidik anaknya.
Menariknya, pendidikan awal ini penuh dengan tantangan. Wanita yang sedang mengandung berada dalam kondisi yang lemah secara fisik, sebagaimana firman Allah subhanahuwata’alaa :
“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah.” (QS Luqman: 14)
Para ulama menafsirkan lemah yang bertambah tambah disini sebagai kelemahan fisik yang kian memberat dari hari ke hari. Meski dalam keadaan lemah, peran ibu dengan dukungan ayah begitu kuat untuk mendidik anaknya dalam kandungan. Termasuk di dalamnya, menanamkan citi-cita besar untuk sang anak kelak ketika lahir ke dunia.
Doa-doa dan dialog dengan sang anak bisa dimulai sejak dalam kandungan. Cita-cita yang ingin kita letakkan di pundak anak anak kita haruslah cita-cita yang besar.
Jangan mengkerdilkan cita-cita hanya sebatas pada profesi, tapi buatlah cita-cita besar untuk memakmurkan bumi. Kita bisa belajar dari ibunya Maryam dalam Surat Ali Imran ayat 35:
“(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis).”
Dengan cita-cita mulia itu lahirlah sosok Maryam, ia digambarkan sebagai seorang wanita yang mengabdikan diri sepenuhnya untuk beribadah dan melayani di Baitul Maqdis.